TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kecewa dengan putusan Mahkamah Agung dalam upaya Peninjauan Kembali yang diajukan mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip. Putusan yang mengurangi hukuman Sri Wahyumi dikhawatirkan menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Membandingkan antara putusan PK dan tuntutan JPU yang sangat jauh, KPK kecewa atas putusan tersebut," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa, 1 September 2020.
Terlebih, kata Ali, majelis hakim yang memutus perkara tersebut telah menyatakan Sri terbukti melakukan korupsi. Namun, vonis yang dijatuhkan di bawah pidana minimal seperti diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yaitu 4 tahun.
"Kami khawatir putusan tersebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi," kata dia. KPK berharap ada kesamaan visi dan semangat yang sama antar aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sebelumnya Sri Wahyumi telah dijatuhi hukuman selama 4 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, namun melalui putusan PK Mahkamah Agung dikurangi menjadi hanya 2 tahun penjara.
Pada 9 Desember 2019, Sri Wahyumi telah divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima berbagai hadiah, termasuk tas mewah dan perhiasan senilai total Rp491 juta dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan JPU KPK yang meminta agar Sri Wahyumi divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain kurungan penjara, Majelis Hakim juga memutuskan mencabut hak politik Sri Wahyumi selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.