Pekerjaan itu menjadi pilihannya lantaran pendidikannya memang tidak tinggi. Dia hanya memiliki ijazah setingkat Sekolah Menengah Atas. “Tepatnya ikut Kejar Paket C,” katanya. Menurutnya, masa lalunya memang kurang beruntung sehingga tidak bisa mengenyam Pendidikan yang lebih tinggi.
Bagyo mengaku terlahir di keluarga seniman. Ayahnya seorang penari, sempat bergabung dengan kelompok Wayang Orang Sriwedari. Sedangkan ibunya seorang sindhen. “Kami mengalami betul beratnya hidup masyarakat bawah,” katanya.
Meski berasal dari kalangan bawah, ia mampu membuat kejutan menantang putra penguasa negeri ini di Pilkada Solo. Ia menyebut disokong organisasi yang diikutinya, Tikus Pithi Hanata Baris. Dia mengklaim organisasi yang berdiri sejak 2014 itu memiliki banyak anggota dan tersebar di berbagai kota. “Mereka mendekati kerabat-kerabatnya yang tinggal di Solo untuk memberikan dukungan kepada saya,” katanya.
Maju sebagai calon perseorangan di Pilkada Solo menurutnya bukan keinginan pribadinya. “Bahkan sebenarnya saya tidak suka politik,” katanya. Dia mengaku ditunjuk oleh organisasinya untuk mengikuti pesta pemilihan itu. “Saya yang cuma penjahit ini tidak punya modal untuk maju dalam pilkada,” katanya. Semua biaya yang dibutuhkan untuk mengikuti pilkada menurutnya sokong secara gotong royong.
AHMAD RAFIQ