TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, meminta jangan buru-buru menuding pemerintah sebagai pelaku peretasan terhadap situs media massa dan akun pribadi sejumlah aktivis.
Ia berujar harus ada data dan fakta yang menguatkan jika ingin menuduh pemerintah di belakang semua ini.
"Ayo bekerja sama karena bisa saja ada orang lain yang melakukannya agar kita dibenturkan, antara pemerintah dan kelompok masyarakat sipil," katanya dalam diskusi Ngobrol @Tempo: Pembungkaman Kritik di Masa Pandemi, Kamis, 27 Agustus 2020.
Menurut Semuel, kasus-kasus peretasan terhadap akun seseorang atau media massa merupakan fenomena global dan terjadi di banyak negara. Siapa saja bisa melakukannya.
"Terlalu apriori kalau tanpa data bicara ini (perbuatan) pemerintah. Kami juga ingin memberantas, kok," tuturnya.
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto mencatat selama Agustus 2020 terjadi 6 peretasan terhadap kelompok berisiko seperti jurnalis, akademikus, dan aktivis. Enam serangan itu terdiri dari satu serangan website deface yang menimpa situs Tempo.co, empat akses ilegal, dan satu pengambilan akun.
Menurut Damar, kasus peretasan ini diduga kuat terkait dengan aktivitas para korban yang mengkritik kebijakan penanganan Covid-19 dari pemerintah.
"Siapa yang ada di balik serangan tentu saja mereka yang berposisi berseberangan, Kami belum tahu siapanya tapi paling tidak mereka sedang bahagia karena seolah tidak ada upaya atau penangkapan terhadap tindakan kriminal itu, ini yang kami khawatirkan," tuturnya.