TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional menilai tak ada masalah soal keputusan penyidik untuk tidak menahan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi. Keduanya merupakan tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti, menjelaskan, berdasarkan aturan KUHAP, ada dua alasan yang menjadi pertimbangan penyidik untuk melakukan penahanan atau tidak.
"Berdasarkan pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan akan dilakukan penyidik jika ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Hal ini disebut syarat subyektif penahanan," ujar Poengky saat dihubungi pada Rabu, 26 Agustus 2020.
Kedua, berdasarkan pasal 21 ayat (4) KUHAP ada syarat obyektif penahanan, sehingga penahanan akan dilakukan pada tersangka/terdakwa yang diancam dengan tindak pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tersangka dan atau terdakwa tindak pidana pasal-pasal tertentu di KUHP, Ordonansi bea cukai, UU Darurat 8/1955 dan UU Narkotika.
"Maka itu, berdasarkan aturan KUHAP tersebut maka penahanan tersangka atau terdakwa tidak wajib. Penahanan dilakukan jika syarat obyektif dan subyektif terpenuhi," kata Poengky.
Meski begitu, Kompolnas meminta agar Polri mempertimbangkan kembali ihwal opsi penahanan, mengingat besarnya kasus yang memiliki potensi untuk diintervensi. "Harus benar-benar dibentengi agar yang bersangkutan tidak melarikan diri, misalnya cekal ke luar negeri," kata Poengky.
Polri tidak melakukan penahanan terhadap Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono mengatakan, keputusan tak ditahannya Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi lantaran mereka dianggap kooperatif oleh penyidik.