5. Waktu kerja eksploitatif
RUU Cipta Kerja mengatur waktu delapan jam kerja sehari dan/atau 40 jam seminggu. Ini berbeda dengan UU Ketenagakerjaan yang mengatur waktu kerja maksimal tujuh jam per hari untuk enam hari kerja dan delapan jam sehari untuk lima hari kerja. Hari libur yang biasanya dua hari dalam sepekan pun dibuat hanya satu hari.
Pengaturan tak ketat ini dianggap akan membuat pengusaha mengatur seenaknya jam kerja dengan upah per jam. Lembur juga bisa dilakukan lebih lama. Di sisi lain, cuti besar atau istirahat panjang selama dua bulan bagi kelipatan masa kerja enam tahun dihilangkan.
6. TKA buruh kasar berpotensi bebas masuk ke Indonesia
Potensi ini ditengarai dari dihapuskannya izin tertulis dari Menteri untuk TKA yang akan bekerja di Indonesia. Selain itu, TKA untuk start up dan lembaga pendidikan dibebaskan tanpa perlu membuat rencana penggunaan TKA.
Kewajiban TKA untuk memahami budaya Indonesia pun dihilangkan. TKA tak diwajibkan bisa berbahasa Indonesia. Dampak yang dikhawatirkan yakni sulitnya transfer pekerjaan dan pengetahuan dari TKA ke pekerja dari Indonesia.
Selain itu, dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, setiap TKA berkewajiban melakukan pendidikan dan pelatihan dalam rangka transfer of job and knowledge, kecuali untuk direksi dan komisaris. Namun di RUU Cipta Kerja, pengecualian juga berlaku bagi TKA dengan jabatan tertentu.
7. Hilangnya Jaminan Sosial
Konsep mudah rekrut dan mudah pecat (easy hiring easy firing) dengan fleksibilitas penggunaan buruh kontrak, outsourcing, dan pembayaran upah per satuan waktu (upah per jam) dinilai akan menghilangkan jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan lainnya.
8. PHK Mudah Dilakukan
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mengupayakan agar jangan terjadi PHK. Ketentuan ini dihilangkan dalam RUU Cipta Kerja. Penghapusan ini dianggap akan memudahkan terjadinya PHK.
RUU Cipta Kerja juga memperluas PHK yang bisa dilakukan tanpa izin, dari empat jenis pekerjaan menjadi delapan jenis pekerjaan. PHK tanpa izin juga bisa dilakukan karena perusahaan melakukan efisiensi. Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, PHK karena efisiensi hanya bisa dilakukan jika perusahaan tutup permanen.
Selain itu tak ada lagi perundingan PHK dengan serikat pekerja. RUU Cipta Kerja pun ditengarai hendak menghilangkan peran serikat pekerja dalam membela pekerja.
9. Sanksi Pidana Hilang
RUU Cipta Kerja hendak menghilangkan berbagai sanksi pidana bagi pengusaha. "Saat ini saja yang masih ada sanksi masih banyak pelanggaran terjadi. Bagaimana kalau tidak ada sanksi?" kata Said Iqbal dalam tulisannya.