TEMPO.CO, Jakarta - Teror berupa peretasan terhadap situs Tempo.co mendapat banyak kecaman. Meski hanya berlangsung beberapa jam, namun perbuatan ini dinilai merupakan bagian dari pengekangan pers dan menegaskan kebebasan berpendapat yang semakin direpresi.
Peretasan dengan mengganti tampilan muka Tempo.co itu terjadi pada 21 Agustus 2020 sekitar pukul 00.40 WIB. Pelaku melakukan website defacement atau perusakan situs web. Yaitu mengubah tampilan visual situs dengan membobol server, dan mengganti wajah situs dengan pesan yang pelaku inginkan.
Saat diretas, tampilan situs Tempo.co ditutupi oleh layar hitam. Di dalamnya tertulis, "Stop Hoax, Jangan BOHONGI Rakyat Indonesia, Kembali ke etika jurnalistik yang benar patuhi dewan pers. Jangan berdasarkan ORANG yang BAYAR saja. Deface By @xdigeeembok."
Ketika diklik, maka akan beralih langsung ke akun twitter @xdigeeembok. Di twitter, sang pemilik akun menuliskan cuitan #KodeEtikJurnalistikHargaMati pada pukul 00.51 WIB.
Ini bukan kali pertama peretasan dilakukan dalam beberapa waktu belakangan. Beberapa aktivis dan pakar seperti Pandu Riono juga baru saja mengalami peretasan. Kritik pun bermunculan terhadap aksi ini. Beberapa di antaranya adalah:
1. LBH Pers
Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin, meminta kepolisian segera mengusut tuntas kasus-kasus serangan digital dan peretasan yang dialami Tempo.co dan korban-korban sebelumnya.
Ia mengatakan bagi masyarakat yang merasa dirugikan dengan pemberitaan, agar menggunakan mekanisme hak jawab atau bisa mengadu ke ke Dewan pers. Hal ini sebagaimana yang telah disyaratkan di dalam Undang-Undang Pers.
"Kejadian ini adalah sebuah bentuk gangguan nyata serta pembungkaman, khususnya kepada pihak pers dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi dan kontrol sosial," kata Ade.
2. SAFEnet
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto menilai peretasan situs Tempo.co merupakan serangan terbuka terhadap kemerdekaan pers.
"Yang terjadi di Tempo dalam sudut pandang SAFEnet sebuah serangan yang langsung mengena pada inti kemerdekaan pers," kata Damar.
Pelaku, kata Damar, ingin menempatkan Tempo sebagai media yang menyebarkan hoaks dan apa yang dibuat Tempo tidak berdasarkan kebenaran. Padahal, ia menyebut hal ini berlawanan dengan prinsip kemerdekaan pers yaitu jurnalisme yang merdeka adalah yang independen. Pelaku lebih memilih menempuh jalan serangan digital ketika tidak suka dengan apa yang dikerjakan media.
"Itu sebetulnya membahayakan bagi wajah kebebasan berpendapat dan wajah demokrasi makin buruk," kata dia.
3. Human Right Working Group
Human Rights Working Group juga ikut mengutuk peretasan terhadap Tempo.co. Mereka menyebut hal ini adalah kejahatan siber. Ini juga ia nilai serangan langsung terhadap kerja pers, kebebasan berekspresi, HAM, dan demokrasi di Indonesia.
"Apalagi menyangkut sebuah situs berita yang kredibel yang kerja-kerjanya sangat dibutuhkan sebagai kontrol sosial dan sarana edukasi publik," kata Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz.
Hafiz menegaskan berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999, barang siapa yang menghalang-halangi kerja pers adalah tindakan pidana yang mengancam kebebasan pers.
Ia pun menilai, peristiwa ini bukan semata soal Tempo sebagai sebuah perusahaan media. Tetapi hak asasi warga negara atas informasi yang potensial dilanggar dan ancaman terhadap demokrasi yang saat ini sedang berlangsung di Indonesia.
"Media adalah salah satu tonggak demokrasi dan HAM di sebuah negara. Dengan mengabaikan kasus penyerangan terhadap aktor media hal itu sama halnya membuka jalan pada otoritarianisme," ucap Hafiz.
4. Amnesty International Indonesia
Pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam aksi peretasan juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Dia menilai hal tersebut secara jelas mengarah kepada mereka yang berani mengkritik kebijakan pemerintah.
"Selama ini, Pandu Riono begitu lantang menyuarakan kritikannya terhadap kebijakan Pemerintah dalam menangani wabah Covid-19. Sementara pemberitaan Tempo banyak menyorot keprihatinan politik dan sosial yang terjadi di dalam negeri, termasuk juga mengkritisi rezim yang sedang berkuasa," ujar Usman.
Ia pun meminta agar Pemerintah dan aparat penegak hukum mengusut kasus ini secara transparan, akuntabel, dan jelas.
"Semua pelaku peretasan wajib ditangkap, diproses dengan adil dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ujar Usman.