2 Agustus 2020
Di tengah berbagai penolakan ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan tim teknis tripartit telah rampung membahas klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law. Ida mengatakan tim yang beranggotakan unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha itu telah secara intens berdialog selama hampir sebulan.
"Seluruh masukan dari tim tripartit ini akan dipergunakan sebagai rumusan penyempurnaan dari draf RUU Cipta Kerja yang telah disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat," kata Ida dalam keterangan tertulis.
13 Agustus 2020
Kini, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik yang merekomendasikan agar pembahasan Omnibus Law tidak dilanjutkan. Sebab, pembahasan RUU ini dianggap tergesa-gesa dan sangat kecil ruang partisipasi bagi yang lainnya.
"Dalam rangka penghormatan, perlindungan, pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat Indonesia. Juga untuk mencegah terjadinya komplikasi sistem politik, sistem hukum, tata laksana, dan lain-lain,” ujar dia.
14 Agustus 2020
Kendari demikian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan berharap pembahasan Omnibus Law segera dapat dituntaskan pada akhir bulan ini. Sekarang, proses legalisasi pengesahan RUU tersebut masih berada di DPR.
"Prosesnya ini kita berdoa mudah-mudah jadi akhir bulan ini atau paling lambat mungkin awal bulan depan," kata dia.
Luhut menjelaskan RUU Cipta Kerja dirancang untuk menyederhanakan pelbagai perizinan, syarat penanaman modal, dan aturan-aturan lainnya sehingga investasi akan terdorong masuk ke Tanah Air. Dengan begitu, ia mengklaim lapangan kerja segera tercipta.
15 Agustus 2020
Di tengah polemik ini, muncul lagi kabar yang menghebohkan publik. Sejumlah pesohor ikut mengkampanyekan Omnibus Law yang dibahas di DPR. Kampanye dengan tagar #IndonesiaButuhKerja mewarnai media sosial. Disebut-sebut para pesohor menerima bayaran Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per unggahan.
Musisi Ardhito Pramono misalnya, mengakui menerima bayaran untuk mengangkat #IndonesiaButuhKerja. Kepada Tempo, Ardhito mengatakan dihubungi dan dibayar Rp 10 juta untuk setiap cuitan. Kala itu, dia tidak tahu menahu bahwa tagar #IndonesiaButuhKerja berkaitan dengan Omnibus Law yang ramai dikritik publik.
Ia sempat bertanya ke pihak yang menawarkan soal tujuan kampanye ini. Yang bersangkutan memastikan tagar tersebut tidak ada kaitan dengan politik hanya untuk menenangkan masyarakat di tengah wabah Corona. "Atas ketidaktahuan dan seakan seperti nirempati kepada mereka yang memperjuangkan penolakan terhadap RUU ini, saya mohon maaf," kata dia.
18 Agustus 2020
Walau ada dinamika, pembahasan pun terus berlanjut. DPR dan serikat buruh yang getol menolak omnibus law juga telah membentuk tim perumus untuk membahas klaster ketenagakerjaan. "Lanjutan rapat ini adalah ingin membentuk satu, quote on quote (dalam tanda kutip), tim perumus," kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Meski telah ada tim, KSPI tetap menyatakan akan tetap menggelar aksi besar pada 25 Agustus mendatang. "Tentu aksi adalah hak konstitusional pada sisi yang lain," kata dia.
Baca juga: Drone Emprit: Kontra Omnibus Law di Medsos Lebih Besar Ketimbang yang Pro
FAJAR PEBRIANTO