TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta kasus dugaan peretasan akun milik pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono agar diusut tuntas.
Direktur YLBHI Asfinawati menilai, metode peretasan akun masih 'efektif' digunakan lantaran bisa membuat orang berpikir ulang untuk kritis. Apalagi jika peretasan berujung pada penyebaran data pribadi.
"Maka dari itu harus diusut tuntas oleh negara. Karena terjadi utamanya kepada orang-orang yang kritis terhadap pemerintah," ujar Asfinawati melalui pesan teks pada Kamis, 20 Agustus 2020.
Asfinawati mengatakan, untuk menuntaskan penyelesaian perkara ini, ahli IT memiliki peran cukup besar. Namun, di sisi lain, dalam perspektif hukum, pendapat ahli IT jarang atau bahkan tidak dianggap.
"Bahkan, salah-salah bisa dikriminalisasi. Sebenarnya Twitter atau FB atau platform digital lainnya pasti memiliki jejak. Persoalannya berani enggak mereka membuka," kata Asfinawati.
Akun Twitter milik Pandu Riono diduga diretas pada 19 Agustus 2020. Akun pribadinya @drpriono tiba-tiba mengunggah dua foto. Isi narasi dalam cuitan tersebut mengandung kalimat seperti 'mamah muda' dan 'mamah kedua'.
Saat dikonfirmasi, Pandu membenarkan peretasan tersebut. "Ya," kata dia, Rabu petang, 19 Agustus 2020.
Pantauan Tempo pada akun Twitter @drpriono, dua cuitan terakhir yang diduga diretas berisi keterangan Twitter Web App di bawah tulisannya. Sementara cuitan-cuitan dia sebelumnya atau setidaknya pada 10 cuitan terakhir, tertulis keterangan Twitter for Android. Pada Kamis pagi, 20 Agustus 2020, cuitan yang diretas ini sudah dihapus.