TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri mengajukan pencekalan atas nama Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi kepada Imigrasi.
"Tersangka TS dan NB dilakukan pencekalan 20 ke depan," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono saat dihubungi pada Ahad, 16 Agustus 2020.
Argo mengatakan, surat pencekalan itu sudah dikirim penyidik ke pihak Imigrasi sejak 5 Agustus 2020 atau saat perkara penghapusan red notice naik ke penyidikan. "Surat telah dikirim pada 5 Agustus saat naik sidik," ucap Argo.
Dalam perkara red notice ini, Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo diduga menjadi penerima suap. Sedangkan Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra menjadi pemberi suap.
Kasus terhapusnya red notice Djoko Tjandra mulanya diketahui setelah buronan 11 tahun itu masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penghapusan red notice ini menyeret nama Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.
Selaku Sekretaris National Central Bureau Interpol Indonesia, Ia menyurati pihak Imigrasi pada 5 Mei 2020 mengenai telah terhapusnya red notice Djoko Tjandra dari basis data Interpol. Atas surat itu, Imigrasi kemudian menghapus nama Djoko dari sistem perlintasan. Hal ini diduga membuat Djoko bisa masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
Kepala Polri Jenderal Idham Azis lalu mencopot Nugroho dari jabatannya. Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte juga ikut dicopot karena dianggap tak mengawasi bawahannya.
Polisi pun menjerat Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Argo mengatakan penetapan tersangka ini dilakukan setelah dilakukan gelar perkara. Adapun barang bukti yang disita berupa US$ 20 ribu, surat dan sejumlah barang bukti elektronik.