TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) akan mendeklarasikan diri pada 18 Agustus 2020, di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat pukul 10.00 WIB. Koalisi yang mereka klaim sebagai gerakan moral ini akan dideklarasikan oleh beberapa tokoh nasional, salah satunya ialah Din Syamsuddin.
"Peringatan deklarasi tersebut juga akan dilaksanakan bersamaan dengan perayaan kemerdekaan Indonesia ke-75, sekaligus bagi kami peringatan ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara," kata Din Syamsuddin, salah satu inisiator KAMI, dalam konferensi pers, Sabtu, 15 Agustus 2020.
Din mengatakan setidaknya ada 150 tokoh yang telah sepakat dan ikut serta dalam deklarasi ini. Selain dia, ada nama-nama seperti Rachmawati Soekarnoputri, eks Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Ketua Umum Front Pembela Islam Sobri Lubis.
Lalu ada mantan Menteri Kehutanan MS Kaban, akademisi Rocky Gerung, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, hingga pakar hukum tata negara Refly Harun.
Din menyebut Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia terdiri dari berbagai elemen bangsa. Mulai dari tokoh lintas agama, akademisi, aktivis, kaum buruh, dan berbagai sosok lintas generasi. Bahkan dukungan terhadap gerakan ini, ia sebut, berasal dari dalam dan luar negeri. Hal ini, menurut Din, dibuktikan dengan telah dibentuknya KAMI di berbagai daerah di Indonesia dan di luar negeri.
Adapun alasan pembentukan KAMI, menurut Din, adalah adanya persamaan pikiran dan pandangan bahwa kehidupan dan kenegaraan Indonesia saat ini telah menyimpang dari cita-cita nasional dan dari nilai-nilai dasar yang telah disepakati pendiri bangsa.
"KAMI dapat membuktikan telah terjadi penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai nilai itu. Semua bersepakat," kata Din.
Selain itu, ia mengatakan, KAMI sebenarnya masih menaruh harapan khususnya kepada partai politik dan DPR. Saat ini, Din mengatakan para wakil rakyat itu tak mau menyuarakan aspirasi rakyat. "Inilah yang membuat kami, kita semua turun sendiri untuk menyuarakan suara kita, pikiran kita," kata dia.
Din mengatakan sebagai gerakan moral, maka gerakan yang dia gagas itu juga berdimensi politik. Namun ia menolak gerakan dia disebut sebagai politik praktis. Ia menyebut gerakannya adalah politik moral yang lebih tinggi dari politik praktis.
"Dan ini dijamin oleh Undang-Undang untuk berserikat, untuk melakukan social control, pengawasan sosial. Dengan kritik, dengan koreksi, bahwa nanti pendukung kami, jejaringnya, melakukan aksi-aksi itu bagian dari gerakan moral, terutama untuk menyampaikan pendapat," kata Din.