TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mempertanyakan kenapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak terlibat dalam pengusutan kasus Djoko Tjandra.
“Saya setuju kita harus apresiasi kepolisian dan kejaksaan, tapi pertanyaannya sampai batas apa kepolisian dan kejaksaan mampu menelusuri (kasus) itu. Saya tak yakin mereka akan mampu atau mau menelusuri sampai ke sana,” ujar dia dalam webinar pada Rabu, 12 Agustus 2020.
Djoko, yang memiliki nama asli Joko Tjandra, merupakan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali.
Setelah menjadi buron selama 11 tahun, Markas Besar Polri menangkap Joko di Malaysia pada Kamis, 30 Juli 2020. Selama itu pula, ia bolak-balik Indonesia tanpa terlacak. Sejumlah penegak hukum diduga terlibat meloloskan Joko.
Asfinawati mengatakan KPK mempunyai fungsi koordinasi dan supervisi kepada penegak hukum lain, yakni kepolisian dan kejaksaan. Seperti yang tertera dalam Undang-Undang KPK, kata dia, salah satu fungsi lembaga tersebut ialah penyidikan dan penuntutan terhadap penegak hukum.
Baginya, KPK yang dilemahkan secara sistematis melalui revisi UU dan pengisian pimpinan baru berpengaruh mulai berefek panjang. “Kita mulai memulai persoalan itu (yakni) tidak berfungsinya KPK, khususnya dalam (hal yang seharusnya) dilakukan terhadap penegak hukum,” ucap dia.
MUHAMMAD BAQIR