TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR menolak jika Divisi Propam Polri menangani kasus kematian Hendri Alfred Bakari.
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus A. T Napitupulu melihat mekanisme tak akan bisa tuntas meminta pertanggungjawaban dalam kasus dugaan penganiayaan di lingkungan Polri.
Ia mengatakan kasus ini harus diproses secara eksternal melalui mekanisme National Preventive Menchanism. Dalam mekanisme ini akan ada lima lembaga yang turun tangan. Yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ombudsman, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Komnas Perempuan.
Hasil penelusuran NPM, kata dia, dapat dijadikan dasar untuk melakukan penyidikan kasus dugaan kekerasan terhadap Hendri. “Mekanisme ini harus dapat diterapkan untuk mengusut tuntas fakta dibalik terjadinya dugaan penyiksaan oleh oknum aparat kepolisian tersebut,” kata dia lewat keterangan tertulis pada Selasa, 11 Agustus 2020.
Hendri adalah seorang tahanan yang tewas di penjara Polres Barelang, Batam. Hendri awalnya dijemput polisi pada 6 Agustus 2020 dengan tuduhan kepemilikan narkoba. Menurut pihak keluarga, polisi tak menunjukkan surat penahanan.
Selang dua hari kemudian, pihak keluarga baru diizinkan menjenguk Hendri. Saat itulah, pihak keluarga menerima kabar bahwa Hendri sudah meninggal. Di Rumah Sakit Budi Kemuliaan, pihak keluarga mendapati jenazah Hendri sudah terbungkus plastik dan memar di sekujur tubuh. Pihak keluarga menuding Hendri meninggal karena disiksa.
Kepolisian Resor Barelang Komisaris Besar Purwadi Wahyu Anggoro enggan berkomentar banyak atas dugaan penyiksaan tahanan oleh polisi ini. “Saya tidak mau berpolemik dulu. Kami serahkan ke dokter ahli yang bisa simpulkan,” kata Purwadi melalui keterangan tertulis pada Selasa, 11 Agustus 2020.