TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan belum menerima undangan dari Bareskrim Polri ihwal gelar perkara kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra. "Belum ada undangan yang resmi diterima," kata Nawawi, Ahad, 9 Agustus 2020.
Nawawi mengatakan belum bisa menjawab apakah pimpinan KPK akan datang ke gelar perkara itu. Dia mengatakan gelar perkara bersifat teknis. Sehingga, menurut dia, kemungkinan lembaganya akan mengirim Deputi Penindakan atau Direktur Penyelidikan dan Direktur Penyidikan untuk mengikuti gelar perkara tersebut. "Gelar perkara itu bersifat teknis," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit mengatakan akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi penghapusan red notice Djoko. Gelar perkara rencananya akan dilakukan pekan depan.
Listyo mengatakan akan mengajak KPK dalam gelar perkara tersebut. “Dengan mengundang rekan dari KPK untuk ikut langsung dalam proses pelaksanaan gelar perkara penetapan tersangka,” kata dia.
Di kepolisian, kasus penghapusan red notice Djoko telah naik ke penyidikan. Kendati sudah naik ke tahap penyidikan, polisi belum menetapkan tersangka. Dia menjelaskan dugaan perbuatan yang terjadi dalam perkara ini ialah penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara terkait pengurusan penghapusan red notice Djoko Tjandra atau Joko Tjandra yang terjadi pada Mei 2020 hingga Juni 2020.
Dalam menyelidiki perkara ini, kepolisian telah memeriksa sekitar 15 orang saksi. Penyidik, kata Argo, juga sudah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan. Terhapusnya red notice Djoko Tjandra diketahui setelah buronan 11 tahun itu masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Penghapusan red notice ini menyeret nama Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo. Selaku Sekretaris National Central Bureau Interpol Indonesia, Ia menyurati pihak Imigrasi pada 5 Mei 2020 mengenai telah terhapusnya red notice Djoko Tjandra dari basis data Interpol. Atas surat itu, Imigrasi kemudian menghapus nama Djoko dari sistem perlintasan. Hal ini diduga membuat Djoko bisa masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
Belakangan, Kepala Polri Jenderal Idham Azis mencopot Nugroho dari jabatannya. Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte juga ikut dicopot karena dianggap tak mengawasi bawahannya.
ANDITA RAHMA