INFO NASIONAL-- Semua kalangan merasakan dampak pandemi Covid-19, termasuk saudara-saudara kita kelompok penyandang disabilitas. Boleh jadi dampak sosial dan ekonomi yang mereka rasakan lebih berat karena tuntutan dan kebutuhan hidup yang lebih tinggi.
“Sebuah survei yang dilakukan oleh jaringan kelompok penyandang disabilitas mengungkap 44.88 persen kelompok penyandang disablitas mengalami penurunan pendapatan antara 50- 80 persen. Dan 23, 90 persen dari mereka mengalami kesulitan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19,” kata Slamet Thohari yang juga merupakan Indonesia Chair of AIDRAN, saat memandu webinar KSIxChange#26, Kamis, 30 Juli 2020.
Baca Juga:
Hal yang sama diungkap Pendiri dan Ketua Lembaga Advokasi Inklusi Disabilitas (AUDISI), Yustitia Arief. Menurutnya, kelompok penyandang disabilitas berisiko tinggi terkena dampak sosial ekonomi. “Mereka kehilangan pekerjaan karena social distancing. Banyak yang tidak mendapatkan akses bantuan,” kata Yustitia yang juga menjadi pembicara dalam webinar KSIxChange ke-26 yang bertajuk “Urgensi Sistem Pendukung dalam Implementasi Kebijakan Sosial Ekonomi bagi Penyandang Disabilitas.
Menurut Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial, Eva Rahmi Kasim, berbagai langkah telah diambil untuk menekan dampak sosial ekonomi bagi penyandang disabilitas di masa pandemi. Salah satunya mengembangkan shelter workshop peduli atau bengkel kerja untuk menciptakan kemandirian ekonomi, sekaligus pelaksanaan rehabilitasi vokasional pengembangan individu dan kelompok penyandang disabilitas.
“Shelter workshop ini tidak seperti dulu yang lebih bersifat charity atau hanya untuk mengisi waktu luang, tapi betul-betul berorientasi social enterprise dan pemberdayaan yang mencakup berbagai kelompok penyandang disabilitas, masyarakat umum dan dunia usaha,” katanya.
Baca Juga:
Salah satu program yang cukup berhasil, kata Eva, adalah usaha pembuatan batik ciprat di Balai Rehabilitasi Sosial Temanggung, Jawa Tengah, dan sudah direplikasi di 23 kabupaten hingga ke Jawa Timur. “Di Makassar, warga Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Fisik Wirajaya Makassar membuat masker dan alat pelindung diri (APD). Masker ini bahkan sampai digunakan di rumah-rumah sakit di Makassar,” ujar Eva.
Berkaca dari praktik baik pemerintah Australia dalam implementasi kebijakan inklusif bagi kelompok penyandang disabilitas, pemerintah Indonesia juga telah secara bertahap melakukan perubahan paradigma kebijakan penyandang disabilitas dari layanan berbasis sektoral menjadi sosial terpadu dan berkelanjutan.
Cakupan layanan terpadu dan komprehensif ini seperti layanan alat bantu maupun layanan peningkatan kapasitas dapat di akses oleh kelompok penyandang disabilitas pada 21 balaiKementerian Sosial yang terakrediatasi dan sumber daya manusianya berbasis profesionalitas yang tersebar diseluruh Indonesia, tambah Eva.
Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM) memberikan bantuan sosial ekonomi melalui program ketahanan pangan. Salah satunya membagikan bibit sayuran kepada kelompok penyandang disabilitas. “Mereka tidak tergantung lagi kepada sayuran di pasar, bahkan kami menunjuk beberapa e-warung untuk memasarkan hasil panen mereka,” kata Project Manager YAKKUM, Raniee Hapsari.
Satu cara efektif penguatan sosial dan ekonomi kelompok penyandang disabilitas diusulkan Antoni Tsaputra dari Litbang Badan Perencanaan Daerah Kota Padang, Sumatera Barat. Salah satunya melalui berbagai program kementerian di tingkat pusat yang sangat diminati pemerintah daerah karena adanya ganjaran.
“Seandainya inklusifitas untuk kelompok penyandang disabilitas dalam layanan publik dan dalam berbagai program dijadikan indikator utama untuk penilaian inovasi daerah dan indeks daya saing daerah, saya yakin dampak positifnya akan sangat besar,” ujarnya.
Trivia Malowney dari National Disability Insurance Scheme (NDIS) Independent Advisory Council, bercerita tentang pengalaman Australia yang lebih banyak melibatkan kelompok penyandangdisabilitas dalam berbagai layanan terhadap mereka di masa pandemi. "Langkah paling efektif dan efisien adalah menanyakan kepada kelompok penyandang disabilitas," kata Tricia yang berbicara dari Australia.
KSIxChange adalah diskusi interaktif yang diinisiasi Knowledge Sector Initiative (KSI), kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia dengan pendanaan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia. Diskusi yang digelar sekali sebulan ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah melalui peningkatan diskursus publik berdasarkan penggunaan bukti dalam proses pembuatan kebijakan.
Diskusi KSIxChange#26 mempertemukan narasumber dari Kementerian Sosial, NDIS Australia, AIDRAN, Program Peduli, Badan Perencanaan Daerah Kota Padang, Sumatera Barat dan AIPJ2. Para pembicara membahas praktek baik ataupun pembelajaran yang relevan dalam perumusan kebijakan untuk kelompok penyandang disabilitas yang lebih baik di Indonesia merujuk pada pengalaman antara Australia dan Indonesia.(*)