TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyurati Presiden Joko Widodo untuk memberi saran perbaikan ihwal polemik rangkap jabatan dan rangkap penghasilan Komisaris BUMN atau Badan Usaha Milik Negara. Ombudsman menyarankan Jokowi segera menerbitkan Peraturan Presiden untuk menyelesaikan masalah ini.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan Perpres akan memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris BUMN serta pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Selanjutnya saran Ombudsman adalah agar Presiden melakukan evaluasi cepat dan memberhentikan para Komisaris Rangkap Jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Alamsyah dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 4 Agustus 2020.
Alamsyah mengatakan saran lain dari Ombudsman adalah agar Jokowi memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN. Sekurang-kurangnya Permen itu harus mengatur secara lebih jelas mengenai penetapan kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme serta hak dan kewajiban komisaris di BUMN dan akuntabilitas kinerja para komisaris BUMN.
Saran perbaikan tersebut, disebut Alamsyah, merupakan hasil asesmen dan pemantauan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas sebagai pengawas BUMN dan BLU yang dilakukan sejak tahun 2017. Selanjutnya pada 2020 Ombudsman telah melakukan inisiatif pemeriksaan dengan memanggil Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan BPKP serta berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melakukan pembahasan bersama KPK.
Ia menyebut dari permintaan keterangan diperoleh temuan sementara yang menunjukkan sampai 2019 ada 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris pada anak perusahaan BUMN terindikasi rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.
Berdasarkan analisis Ombudsman bersama KPK terhadap data 2019 dilakukan profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal. Berdasarkan jabatan, rekam jejak karir, dan pendidikan ditemukan sebanyak 91 komisaris atau 32 persen berpotensi konflik kepentingan. Lalu 138 komisaris atau 49 persen tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN di mana mereka ditempatkan.
Ombudsman menyimpulkan bahwa terjadi sejumlah potensi maladministrasi rangkap jabatan pada komisaris BUMN disebabkan adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda dan cenderung meluas. Selain itu, adanya pelanggaran terhadap regulasi yang secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan.