TEMPO.CO, Jakarta-Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar, Firman Subagyo, mengkritik balik politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arteria Dahlan. Arteria sebelumnya melontarkan kecurigaan bahwa Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja disusun oleh pihak swasta.
"Ketika RUU ini dirancang, kami meyakini bahwa kami Fraksi Partai Golkar adalah pendukung pemerintah, di mana Presidennya dari PDIP, Pak Jokowi, kami mendukung," kata Firman dalam rapat Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, Selasa, 4 Agustus 2020.
Menurut Firman tak ada satu menteri pun yang berani melangkah tanpa seizin presiden. Ia bahkan menyinggung pengalaman Golkar memimpin selama 32 tahun di masa Orde Baru ketika menegaskan masalah ini.
Firman menyarankan Arteria Dahlan untuk menemui Presiden Jokowi. Ia mempersilakan Arteria menemui Jokowi untuk membicarakan RUU Cipta Kerja itu. "Berikan waktu kepada Pak Teri untuk ketemu Presiden, bicara langsung. Kalau bisa, kalau diterima, karena saya pernah mengalami itu," ujar Firman.
Anggota Komisi IV DPR ini mengatakan omnibus law pertama kali dikemukakan Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019. Menurut Firman, tak elok jika ada yang menuduh RUU Cipta Kerja itu disusun oleh pihak lain. "Dalam prinsip pembahasan UU kita terbuka siapa pun, tidak ada salahnya kalau sektor swasta berikan masukan, LSM aja kita terima, perorangan kita terima, apa salahnya?" ucap Firman.
Arteria Dahlan sebelumnya melontarkan kecurigaan terkait rumusan RUU Cipta Kerja. Ia mempertanyakan kesesuaian rumusan aturan sapu jagat ini dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. "Saya mohon pemerintah bicaranya substantif dan tidak retorika. Mau nanya saya sekarang, yang buat omnibus ini sudah baca UU Nomor 23 Tahun 2014 tidak? Jangan-jangan yang buat ini orang swasta," ujar Arteria.
Arteria awalnya menyoroti tentang diambilalihnya kewenangan pemerintah daerah oleh pemerintah pusat lewat omnibus law. Adapun yang menjadi salah satu perdebatan yakni terkait penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus mendapatkan persetujuan pusat.
Anggota Komisi Hukum DPR ini pun mempertanyakan apakah Presiden Joko Widodo cukup mendapat informasi terkait hal ini. Ia mengatakan jangan sampai omnibus law menjadi akal-akalan pihak tertentu saja. "Jangan sampai ini akal-akalan. Jangan jual-jual nama Pak Jokowi, jangan-jangan Pak Jokowi tidak tercerahkan dan tidak dijelaskan terkait hal ini," kata Arteria.
Menanggapi pernyataan Firman yang menyarankannya bertemu Jokowi, Arteria pun mengaku terintimidasi. Selain Firman, dua politikus Golkar lain yakni John Kennedy Azis dan Nurul Arifin pun turut menanggapi Arteria.
"Saya bertanya dibilang menuduh. Saya bertanya dibilang ini kan partai pemerintah, dikaitkan sama Pak Jokowi, disuruh juga bertemu Pak Jokowi. Orang bertanya kok. Kalau kami tidak boleh kritis dan bertanya, ya, sudah, silakan saja, saya tidak akan bicara lagi," ujar Arteria.
BUDIARTI UTAMI PUTRI