TEMPO.CO, Jakarta-Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Dedi Hardianto mengakui pihaknya tak puas dengan hasil tim teknis tripartit Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang membahas klaster ketenagakerjaan.
Dedi mengatakan, dari tim beranggotakan unsur pemerintah, serikat buruh, dan pengusaha itu, hanya pasal terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang disepakati. "Kalau kepuasan dalam artian bisa menyatakan dalam bentuk argumen, kami puas. Tapi kalau dari hasilnya kan tidak ada yang kami sepakati kecuali pasal Pasal 59 PKWT itu Apindo sepakat tetap ada," kata Dedi kepada Tempo, Jumat lalu, 31 Juli 2020.
Tim teknis tripartit yang dikoordinasikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah itu telah merampungkan pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja pada 23 Juli lalu. Menurut Dedi, pendapat dan penolakan serikat buruh menjadi rekomendasi yang dicatat oleh pemerintah.
Dedi mengatakan pihaknya masih harus berjuang di Dewan Perwakilan Rakyat melalui forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Panitia Kerja RUU Cipta Kerja di Badan Legislasi. Menurut dia, target utama KSBSI tetap mendorong agar klaster ketenagakerjaan itu dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.
KSBSI, kata Dedi, mengajak pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau membuat omnibus law khusus terkait ketenagakerjaan. "Tapi bahwa kami bertarung materi-materi itu untuk mematahkan supaya jangan los-los aja tanpa ada perdebatan," ujar Dedi.
Dedi mengatakan, KSBSI juga tetap merencanakan aksi untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan terkait omnibus law RUU Cipta Kerja. Kata dia, KSBSI menjadwalkan aksi pada 13 Agustus mendatang di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta. Menurutnya KSBSI tengah mengonsolidasikan rencana aksi ini di beberapa provinsi. Di Jakarta, massa aksi ditargetkan sebanyak 1.500-2.000 orang. "Dokumen kami siapkan, demo kami siapkan," kata Dedi.
KSBSI termasuk konfederasi besar yang tergabung dalam tim teknis tripartit membahas RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Adapun dua konfederasi besar lainnya, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sebelumnya memilih keluar dari tim teknis itu.
Presiden KSPSI Andi Gani mengatakan, organisasinya hengkang lantaran merasa tim itu tak sesuai yang diharapkan. Permintaan awal serikat buruh adalah pembahasan hingga perubahan pasal-pasal krusial menyangkut upah minimum, oursourcing, Tenaga Kerja Asing, dan status pekerja.
Meski begitu, Andi mengatakan ia menghormati hasil kerja tim teknis yang telah berjalan. KSPSI, kata dia, akan menentukan sikap selanjutnya setelah mengetahui hasil tim teknis. "Kami menghargai dan menghormati, tapi kami tidak bertanggung jawab kalau terjadi penolakan, disharmonisasi di tingkat bawah," kata Andi Gani kepada Tempo, Jumat, 31 Juli 2020.
Adapun KSPI menyatakan akan melakukan aksi besar dan menggugat ke pengadilan atas sikap DPR yang melanjutkan pembahasan omnibus law. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi akan digelar setiap pekan.
Hari ini, Senin, 3 Agustus 2020, KSPI akan kembali menggelar aksi di DPR dan kantor Menko Perekonomian. Said Iqbal mengatakan aksi serupa akan dilakukan bergelombang di berbagai provinsi hingga puncaknya pada 14 Agustus, bertepatan dengan sidang paripurna DPR.
"KSPI menyesalkan dan mengutuk keras sikap Panja Baleg Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang terkesan melakukan rapat diam-diam dan dadakan, yang melanggar undang undang keterbukaan informasi yang menjadi hak publik," kata Said.
BUDIARTI UTAMI PUTRI