TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan tiga kejanggalan dalam tes swab yang dilakukan di lingkungan Walhi Kalimantan Timur dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lainnya. Komnas HAM menyatakan dari keterangan yang diperoleh terdapat indikasi persoalan yang serius dalam tes swab tersebut.
“Pertama ada indikasi kuat terdapat pelanggaran protokol kesehatan,” kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, lewat keterangan tertulis, Ahad, 2 Agustus 2020. Anam melanjutkan masalah kedua terdapat indikasi pemaksaan dalam pelaksanaan tes tersebut. Di sisi lain, hingga hari ini anggota Walhi malah tidak mendapatkan hasil tes itu.
Ketiga, Anam mengatakan, terdapat indikasi bahwa tes swab maupun penyemprotan disinfektan di kantor Walhi tidak dilakukan untuk tujuan kesehatan. “Dari keterangan yang kami peroleh maka penting bagi Komnas HAM untuk menindaklanjuti laporan atas peristiwa tersebut,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Walhi Kalimantan Timur Yohana Tiko menduga lembaganya menjadi korban modus baru pembungkaman aktivis HAM dan lingkungan lewat tes swab Covid-19. Ia mengatakan kejadian itu dialami oleh anggota Walhi dan Kelompok Kerja 30.
Menurut Tiko, tiga hari berturut-turut pada 29-30 Juli 2020 kedua kantor LSM itu didatangi oleh orang yang mengaku sebagai petugas salah satu dinas. Hari pertama mereka diminta untuk ikut tes swab. Menurut Tiko, petugas itu sedang melakukan tes acak. Namun anehnya hanya dua kantor itu yang diperiksa dan petugas tidak menggunakan alat pelindung diri.
Hari kedua, belasan petugas kembali datang kedua kantor itu untuk menyemprotkan disinfektan. Akan tetapi, mereka masuk ke kantor sambil mencari-cari orang.
Di hari ketiga, petugas kembali datang untuk menjemput tiga orang yang disebut positif Covid-19. Namun petugas itu tak menunjukkan bukti hasil tes swab dan memaksa orang tersebut dibawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit, anggota Walhi justru ditelantarkan di pelataran rumah sakit. Tiko menduga kejadian ini terkait sejumlah advokasi yang dilakukan oleh Walhi. “Pandemi ini dimanfaatkan kelompok tertentu menjadi ladang kriminalisasi dan pembungkaman aktivis HAM,” kata Tiko, 1 Agustus 2020.