TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto angkat bicara ihwal polemik dinasti politik di Pilkada 2020. Ia sekaligus menjawab anggapan partai politik memberi ruang bagi tumbuh suburnya politik kekerabatan dalam pilkada.
"Saya rasa itu realitas politik yang dikehendaki masyarakat," kata Airlangga di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat, 31 Juli 2020.
Menurut Airlangga, dinasti politik adalah sesuatu yang sah sepanjang dipilih oleh masyarakat. Dia juga menyebut demokrasi memungkinkan hal tersebut.
"Kalau sejauh masyarakat memilih, itu secara demokratis adalah sah," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini.
Dinasti politik di Pilkada 2020 disorot lantaran banyak calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang maju merupakan kerabat dari petinggi politik. Anak dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), misalnya, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Afif Nasution, maju di Pilkada Solo dan Medan.
Golkar pun turut mengusung keduanya. Selain itu, Golkar juga punya banyak calon lain yang memiliki pertautan keluarga dengan para elite.
Di Tangerang Selatan misalnya, Golkar mengusung Pilar Saga Ichsan sebagai calon Wakil Wali Kota. Pilar adalah keponakan dari Wali Kota Tangsel Airin Rachmy Diany dan anak dari Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah. Ratu Tatu juga akan kembali maju sebagai calon Bupati Serang di Pilkada mendatang.
Nama-nama calon lain dari Golkar yang memiliki kerabat elite di antaranya bakal calon Wali Kota Makassar Irman Yasin Limpo (adik Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo), bakal calon Bupati Bintan Robby Kurniawan (anak mantan Bupati Bintan dua periode Ansar Ahmad yang kini maju calon Gubernur Kepulauan Riau), dan lainnya.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan persoalan dinasti politik memang tak bisa dilimpahkan kepada partai politik. Burhanuddin mengakui masyarakat pun masih permisif terhadap politik kekerabatan.
Namun, kata dia, reformasi politik mestinya dimulai dari tataran elite. Menurut Burhan, partai semestinya juga menyuguhkan para kandidat berdasarkan kompetensi, bukan semata popularitas.
"Lebih mudah reformasi di tingkat elite daripada di tingkat massa. Fungsi partai kan edukasi masyarakat," ujar Burhanuddin dalam diskusi Ngobrol @Tempo, Kamis petang, 30 Juli 2020.