TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi kepolisian yang berhasil meringkus Djoko Tjandra setelah 11 tahun menjadi buron. Meski begitu, ICW mengingatkan Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis agar tak lupa usut tuntas dugaan keterlibatan anggota lain selama pelarian Djoko Tjandra.
"Dan juga kepada Djoko Tjandra, ICW mendesak yang bersangkutan dapat kooperatif memberikan informasi terkait pihak-pihak yang membantunya selama ini," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis pada Jumat, 31 Juli 2020.
Selain itu, Polri harus segera menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka dalam kasus penggunaan surat jalan palsu atas kepentingan pelariannya. Adapun untuk dugaan suap, ICW meminta Polri segera berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut hal tersebut.
"Tidak hanya dugaan tindak pidana suap yang dilakukan oleh Djoko Tjandra, tetapi juga advokatnya terhadap pihak-pihak yang membantu pelariannya selama ini," kata Kurnia.
Kepolisian RI menangkap Djoko Tjandra pada 30 Juli 2020 malam. Buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali itu diciduk di Kuala Lumpur, Malaysia, sebelum akhirnya dibawa dan ditahan di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan.
Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus cessie Bank Bali senilai Rp 904 miliar. Dia pernah ditahan Kejaksaan Agung namun hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskannya dari tuntutan. Hakim menilai perbuatan Djoko bukan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali atau PK terhadap kasus Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Djoko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas untuk negara. Imigrasi juga mencekal Djoko.
Namun, Djoko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Djoko Tjandra sebagai buron. Belakangan, dia masuk ke Indonesia dan mendaftarkan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ANDITA RAHMA