TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan ada dua macam dampak dinasti politik ditilik dari sisi historis. Yang pertama adalah dinasti politik yang buruk atau predatoris, sedangkan yang kedua politik dinasti yang menguntungkan.
"Dari sisi historis dan literatur ada yang saya sebut sebagai predatoric dynasty, ada juga dinasti yang benevolent atau dinasti yang menguntungkan," kata Burhanuddin dalam acara diskusi Ngobrol @Tempo, Kamis, 20 Juli 2020.
Burhanuddin menjelaskan, predatoric dynasty bisa merujuk pada pengalaman yang terjadi di Filipina. Dalam penelitian Dante Simbulan, kata Burhanuddin, ada 169 keluarga di Filipina yang menguasai kepemimpinan dari level atas hingga bawah.
Studi Dante Simbulan yang terbit pada 2007 itu mengamati elite politik di Filipina pada 1946-1963. Secara rinci, ada tujuh presiden, dua wakil presiden, 42 senator, dan 147 anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berasal dari 169 keluarga berpengaruh di Filipina.
"Dampak buruknya luar biasa dari sisi penguasaan aset, seringnya mereka memengaruhi proses keputusan politik itu betul-betul dominan," kata Burhanuddin.
Di sisi lain, Burhanuddin mengatakan ada dinasti politik yang tak seburuk itu, seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan India. Ia mencontohkan politik kekerabatan antara Hillary Clinton dan Bill Clinton, George H.W. Bush dan George W. Bush, keluarga Kennedy, hingga Gandhi.
Menurut Burhanuddin, mereka datang dari keluarga yang secara DNA sudah dididik secara politik. "Proses masuknya ke politik beda kasusnya dibandingkan kita atau Filipina, karena mereka melalui proses yang sangat panjang," kata dia.
Hillary misalnya, lanjut Burhanuddin, meniti karir politik yang panjang sebelum menjadi calon presiden. Ia lebih dulu menjadi ibu negara mendampingi suaminya, Bill Clinton. Kemudian di era Presiden Barack Obama, Hillary didapuk menjadi Menteri Luar Negeri.
"Indonesia agak mirip dengan Filipina. Kita tidak tahu banyak latar belakang para politisi sebelum masuk ke dunia politik," ucap Burhanuddin.
Burhanuddin mengatakan politik dinasti di Amerika diartikan sebagai political mentorship. Ia menyebut kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia yang lebih terkesan aji mumpung. Dari Pilkada Serentak 2016, 2018, dan 2019, kata Burhanuddin, ada 117 kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat lain.
Bukan cuma itu, Burhanuddin mengatakan para politikus yang memiliki hubungan kekerabatan ini umumnya tersebar ke banyak partai. Contohnya, kata dia, ialah yang terjadi dalam politik dinasti di Banten, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan. "Buat mereka loyalitas bukan kepada partai, tapi loyalitas kepada keluarga," ujarnya.