TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Riset Imparsial Ardi Manto Adiputra mengkritik beberapa poin dalam Rancangan Undang-undang atau RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Beberapa kritiknya adalah tak ada pasal tentang pengaturan komisi independen untuk pengawasan dan potensi legalisasi state surveillance atau pengintaian negara terhadap warganya.
“Kita ketahui kalau lembaga atau institusi negara juga punya ambisi politik, sehingga seharusnya lembaga pengawas terhadap RUU PDP bersifat independen,” kata Ardi dalam diskusi daring pada Selasa, 28 Juli 2020.
Menurut dia, bila pengawasan dan pertanggungjawaban diserahkan kepada negara, misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika, akan ada potensi penyalahgunaan yang sangat besar.
Ardi menilai komisi pengawasan yang independen bisa dibentuk dari berbagai pakar yang paham akan isu dan konteks, juga mereka yang sudah berceramah soal topik ini baik di level nasional dan internasional.
Ardi juga mengatakan jangan sampai RUU PDP ini longgar aturan terutama tentang pembatasan dan pengecualian, yang bisa menjadi potensi legalisasi state surveillance atau pengintaian negara terhadap masyarakatnya.
“Negara bisa memantau perilaku masyarakatnya siapa saja, pergi kemana, suka beli apa, suka bicara apa, teman mainnya siapa, itu menjadi sangat rentan dan bahaya,” katanya.
Komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam, juga menilai adanya tendensi pengintaian yang bisa mengancam kehidupan berdemokrasi dan HAM tiap-tiap warga negara.
Anam juga mengkritik pasal 10 yang berbunyi ‘pemilik data pribadi berhak untuk mengajukan keberatan atas tindakan pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada pemrosesan secara otomatis terkait profil seseorang’.
Menurut dia, pasal tersebut membebankan mekanisme perlindungan pada mereka yang dilanggar hak privasinya, bukan menekankan kehadiran negara dalam peran perlindungan tersebut.
Anam menilai pasal ini malah melemahkan peran-peran negara yang sudah dijabarkan dalam pasal-pasal sebelumnya, yang dinilainya sudah cukup menjabarkan apa saja bentuk perlindungan negara terhadap data pribadi.
“Ada baiknya pasal 10 ini, watak dasar dari PDP ini dia sifatnya bukan yang bersangkutan yang aktif, tapi negara yang jauh lebih eksis untuk pelindungan,” kata Anam.
WINTANG WARASTRI