TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purnawirawan) Chappy Hakim mengatakan pemilihan pesawat jet tempur sebagai bagian dari kekuatan tempur memang tak mudah. Menurut dia, rencana pembelian 15 jet tempur bekas jenis Eurofighter Typhoon asal Austria oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memiliki pertimbangan sendiri.
"Memilih jenis pesawat terbang untuk masuk dalam jajaran kekuatan tempur sebuah Angkatan Udara tidak sederhana. Banyak hal yang harus dikaji terlebih dahulu. Salah satu jenis pesawat yang akan dipilih sangat tergantung kepada postur keseluruhan kekuatan AU yang ingin dibangun," kata Chappy saat dihubungi Tempo, Selasa, 28 Juli 2020.
Chappy mengatakan satuan terkecil dari unsur pesawat dikenal sebagai skuadron. Skuadron adalah sub system dari satuan-satuan di atasnya. Jenis pesawat (skuadron) yang akan dibeli dalam proses pengadaan merupakan bagian dari roda gigi sistem tempur dalam unitnya.
"Itu semua baru kajian dalam aspek operasional, belum lagi sisi lain yang harus masuk dalam parameter yang harus bersinergi secara utuh agar masuk dalam kerangka susunan postur kekuatan yang diinginkan," kata Chappy.
Ia mengatakan tak paham kebutuhan pertahanan yang disusun oleh Menhan Prabowo Subianto. Detail tentang kekuatan pertahanan dan keamanan, menurut dia, harus ditanyakan langsung pada Mabes TNI dan Kementerian Pertahanan. "Karena ada beberapa hal yang tidak bisa digunakan sebagai bahan publikasi terbuka," kata dia.
Meski begitu, ia menegaskan pembelian alutsista tak hanya membahas teknis spesifik peralatan tempur. Masih ada pembahasan di aspek hubungan internasional yang perlu dipertimbangkan. "Masih ada beberapa lagi yang harus dipertimbangkan termasuk berkait dengan National Policy karena akan bersinggungan dengan hubungan antar negara-pemerintahan pada tataran international strategic consideration," kata Chappy.