TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum atau Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat berbeda suara terkait usulan menggunakan hak angket membentuk panitia khusus untuk mengusut kasus pelarian Joko Tjandra, buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali. Usulan agar Dewan menggunakan hak angket ini teranyar disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto mengatakan usulan ICW itu sejalan dengan gagasan partainya. Menurut dia, Joko Tjandra ditengarai memperdaya beberapa institusi negara, termasuk pejabat dan sistemnya.
"Lebih dari itu Joko Tjandra melakukan kejahatan baru yang berpotensi melibatkan banyak orang termasuk oknum pejabat," ujar Didik kepada Tempo, Senin, 27 Juli 2020.
Menurut Didik, tak mengherankan jika ada kekhawatiran negara akan kalah dan bisa dikendalikan oleh penjahat. Ia juga menyinggung pertemuan antara Jokowi dengan adik Joko Tjandra sebelumnya yang dinilai bisa memantik spekulasi besar di Tanah Air.
"Untuk itulah Fraksi Partai Demokrat DPR berharap pansus segera dibentuk oleh DPR," ujar Didik.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional Sarifudin Sudding. Menurut dia, kasus Joko Tjandra merupakan isu nasional dan mendapat perhatian publik. Ia menilai sangat perlu mengetahui secara jelas siapa yang terlibat memuluskan keluar masuknya Joko Tjandra ke Indonesia.
"Maka sangat perlu dilakukan hak konstitusional DPR yakni hak angket untuk menyelidiki peran masing-masing," ujar Sudding, Ahad malam, 26 Juli 2020.
Di sisi lain, Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Komisi Hukum DPR, Habiburrokhman, menilai kurang tepat jika kasus Joko Tjandra digiring ke arah hak angket. Menurut dia, Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang MD3 mengatur hak angket sebagai penyidikan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap bermasalah.
"Kasus Joko Tjandra ini bukan soal kebijakan tapi soal oknum yang melakukan penyimpangan dan bahkan melanggar hukum," kata Habiburrokhman kepada Tempo.
Habiburrokhman pun mengaku khawatir narasi hak angket digulirkan untuk membuat persoalan hukum menjadi bias dan tak terpantau. "Baiknya kita kawal saja proses hukumnya, siapa pun yang bersalah membantu Joko Tjandra harus dihukum sesuai Pasal 221 KUHP," ujar dia.
Komisi Hukum, kata Habiburrokhman, tetap mengawasi penegak hukum di masa reses ini. Ia menyebut fungsi pengawasan Dewan tetap berjalan, terbukti dengan sudah adanya penyidikan yang dilakukan Badan Reserse Kriminal Polri terhadap jajarannya yang ditengarai membantu Joko Tjandra.