INFO NASIONAL - Di Indonesia, saat ini banyak bertumbuh lembaga pendidikan yang merupakan hasil kerja sama dengan lembaga pendidikan di luar negeri. Lembaga tersebut saat ini dikenal dengan sebutan Satuan Pendidikan Kerja sama (SPK).
SPK dahulu umumnya disebut sebagai Sekolah Internasional. Sejak 2010, melalui PP No. 17 tahun 2010, penggunaan kata Internasional oleh satuan pendidikan tidak lagi diperbolehkan. Belakangan, SPK tak hanya diisi oleh siswa-siswa berkebangsaan luar negeri. Banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang menyekolahkan anaknya di SPK. Alasannya beragam, salah satunya kurikulum SPK dinilai lebih komplit karena merupakan perpaduan kurikulum asing dan kurikulum nasional dalam proses belajar mengajar.
Sekolah Global Jaya yang berlokasi di Pondok Aren, Tangerang, misalnya. Sekolah ini menggunakan kerangka kurikulum Primary Years Programme (PYP), Middle Years Programme (MYP) dan Diploma Programme DP dari International Baccalaureate (IB). Adopsi program IB tersebar di seluruh dunia. Sekitar 60 persen pelaksananya berada di dataran Amerika, 17 persen di Asia Pasifik, dan sisanya di Afrika , Eropa, serta Timur Tengah.
Selain itu SPK juga dilengkapi dengan tenaga pendidik dan fasilitas yang mumpuni. Untuk fasilitas akademis misalnya, sejumlah SPK di Indonesia dilengkapi dengan berbagai laboratorium seperti laboratorium IT, laboratorium seni visual, laboratorium sains, dan juga perpustakaan.
Tak hanya itu, fasilitas olahraga dan kelengkapan lainnya tak kalah mentereng. Rata-rata SPK di Indonesia dilengkapi dengan kolam renang, lapangan sepak bola mini, lapangan basket indoor maupun outdoor, ruang untuk rekreasi dan juga gymnasium. Dengan kurikulum terstandarisasi internasional serta berbagai fasilitas superior, tak ayal biaya
pendidikan di SPK terbilang fantastis. Tidak sedikit SPK yang mematok biaya pendidikan di sekolahnya yang mencapai ratusan juta rupiah setiap tahunnya.
Karena itu, hanya kalangan menengah atas saja yang bisa bersekolah di sana. Dengan pengelolaan berstandar internasional dan biaya pendidikan yang tinggi, SPK tentunya dipandang sudah sangat mampu menyejahterakan tenaga pendidik dan kependidikan.
Pasal 6 Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 6 Tahun 2020 menekankan pemberian tunjangan profesi bagi guru bukan PNS dikecualikan bagi guru pendidikan agama yang tunjangan profesinya dibayarkan oleh Kementerian Agama dan guru yang bertugas di Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK). Kemdikbud mengambil kebijakan dengan mengalihkan alokasi anggaran untuk tunjangan profesi bagi guru SPK kepada guru honorer di pelosok-pelosok daerah di Indonesia.
Langkah Kemendikbud ini mendapat dukungan sejumlah tenaga pendidik di SPK. Konselor Bina Tunas Bangsa (BTB) School yang berlokasi di Pluit, Jakarta, Williana Kusumaningsih misalnya, menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan tersebut. “Saat ini kami berkonsentrasi dengan pekerjaan dan mensyukuri apa diberikan yayasan,” ujarnya.
Lewat pemberian tunjangan bagi guru-guru di pelosok, diharapkan guru bersertifikat pendidik lebih bermartabat dan lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.(*)