TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Politik asal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitano menilai hasil Pilkada 2020 tidak akan maksimal. Menurutnya hal ini terjadi karena pengawasan masyarakat lemah, karena fokus terhadap pandemi.
"Sangat mungkin akan ada semacam apriori dari kepala daerah yang terpilih kalau nggak kerja maksimal. Bisa jadi mantan pecandu, mantan koruptor, karena Pilkada ini maklum di tengah krisis," kata Adi dalam diskusi di acara Polemik Trijaya FM, Sabtu, 25 Juli 2020.
Adi juga mengatakan akan ada pola permakluman dalam Pilkada ini. Bisa jadi kata dia, masyarakat akan memaklumi seandainya ada pasangan calon yang menggunakan uang, logistik, dan sembako dalam berkampanye.
Dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini, kata dia, keadaan darurat masyarakat hanya berpikir sehat dan selamat. Juga, bisa membawa sembako dan oleh-oleh ke rumah.
Selain itu, ia menilai hasil Pilkada ini tidak akan berkualitas karena sulitnya menyampaikan visi misi pasangan calon. Meskipun ada solusi kampanye virtual, kata dia, masyarakat tidak akan menghiraukannya. "Masyarakat lebih milih nonton lawak, stand up comedy," tuturnya.
Atas alasan kesehatan dan kualitas Pilkada, Adi mengusulkan agar Pilkada di daerah yang masuk kategori zona merah, lebih baik dimundurkan menjadi 2021. "Kalau dipaksa di zona merah dalam kondisi perang (dengan virus) saya kira tidak mungkin maksimal," kata dia.