TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Iwan Syahril, mengatakan pembiayaan program organisasi penggerak (POP) dapat dilakukan secara mandiri atau berbarengan dengan anggaran yang diberikan pemerintah (matching fund).
“Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan,” kata Iwan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 23 Juli 2020.
Meski begitu, Iwan memastikan Kemendikbud melakukan pengukuran keberhasilan POP melalui assessment dengan tiga instrumen. Pertama, Assessment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD). Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah.
Menurut Iwan, proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara.
Salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri adalah Tanoto Foundation. Yayasan ini memiliki program Pintar Penggerak jenjang SD dan SMP yang diajukan dalam POP.
Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation Ari Widowati mengatakan, dalam proses pendaftaran organisasi penggerak, Tanoto Foundation memasukkan pilihan pendanaan secara mandiri sehingga tidak menerima bantuan dari pemerintah dalam menjalankan POP. Pendanaan secara mandiri ini memiliki nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022).
Sejak 16 April 2020, Tanoto Foundation juga tidak ada komunikasi dengan Kemendikbud, kecuali melalui platform tanya jawab POP. Selain itu, mereka dihubungi secara blind review oleh evaluator, dimana pewawancara tidak mengetahui asal organisasi. “Semua dilakukan dengan prosedur yang ketat,” kata Ari.
Adapun yang menggunakan skema matching fund adalah Yayasan Putera Sampoerna. Head of Marketing and Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno, membantah bahwa mereka adalah CSR. “Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan,” kata dia.
Ria menjelaskan pihak yayasan bersama dengan mitra dalam dan luar negeri mendukung program POP (di luar APBN) menggunakan skema matching fund dengan nilai hampir Rp 70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan, dan Rp 90 miliar untuk mendukung program peningkatan akses pendidikan.
Matching fund merupakan bantuan dana yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program. Dalam POP, para peserta melipatgandakan bantuan dana dari plafon yang selama ini telah ditetapkan pemerintah.