TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran secara daring yang dilakukan selama pandemi Covid-19 banyak memengaruhi kesehatan jiwa anak, terutama remaja.
"Potret itu menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak remaja pada periode Covid-19 kalau tidak diantisipasi dengan cepat," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kemenkes, Fidiansjah, dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, Senin, 20 Juli 2020.
Ia mengatakan besarnya persoalan terkait kesehatan jiwa selama pandemi Covid-19 dapat dilihat dari hasil studi penilaian cepat dampak Covid-19 dan pengaruhnya terhadap anak Indonesia. Studi dilakukan oleh lembaga masyarakat Wahana Visi Indonesia pada Mei 2020.
Hasil studi tersebut menunjukkan proses belajar mengajar yang dilakukan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan hanya sekitar 68 persen anak yang mempunyai akses terhadap jaringan. "Berarti 32 persennya tidak mendapatkan sarana tersebut," kata Fidiansjah.
Dampak dari keterbatasan anak terhadap jaringan tersebut menyebabkan mereka harus belajar secara mandiri tanpa pendampingan guru. "Itu menimbulkan satu dampak, dengan 37 persen anak tidak bisa mengetahui waktu belajar karena tadinya rutin belajar lalu dia harus belajar mandiri," ujar dia.
Kemudian, 30 persen di antaranya juga mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran secara mandiri karena tidak ada pendampingan dari guru. Sementara itu, 21 persen anak bahkan dinilai tidak dapat memahami instruksi guru berdasarkan proses belajar daring.
Selain itu, dampak psikososial dari pembelajaran yang dilakukan selama pandemi Covid-19, menurut dia, cukup mengkhawatirkan. "Ada 47 persen anak itu bosan tinggal di rumah. Kemudian 35 persen anak khawatir akan ketinggalan pelajaran karena tidak seperti biasa, dia tidak mengikuti pelajarannya," tutur Fidiansjah.
Berikutnya, 34 persen anak merasa takut karena Covid-19 walaupun sudah berada di dalam rumah. Lalu 20 persen anak merasa rindu untuk bertemu teman-temannya. Sementara itu, 10 persen anak lainnya merasa khawatir tentang penghasilan orang tua mereka yang menurun akibat pandemi Covid-19. "Jadi (mereka) ikut berpikir," katanya.
Data lain yang ia sampaikan juga menyebutkan bahwa 11 persen anak mengalami kekerasan fisik karena proses pembelajaran jarak jauh yang tidak lazim. Sedangkan 62 persen anak tercatat mengalami kekerasan verbal.