TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan merasa tidak terkejut dengan vonis 2 tahun kepada Rahmat Kadir Mahulettu dan 1,5 tahun kepada Ronny Bugis. Keduanya adalah terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel pada 11 April 2017.
"Sejak awal proses (sidang), saya sudah mendapatkan informasi dari banyak sumber yang katakan bahwa nantinya akan divonis tidak lebih dari dua tahun," kata Novel saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020.
Baca Juga:
Sejak awal, Novel pun sudah mengatakan persidangan kasusnya banyak kejanggalan dan masalah. Sehingga, ia meyakini bahwa persidangan ini seperti sudah dipersiapkan untuk gagal atau sidang sandiwara.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis kepada Rahmat penganiayaan berat terhadap Novel. Hukumannya tersebut dikurangi dengan masa tahanan yang sudah dijalani oleh Rahmat Kadir Mahulettu.
"Secara bersama melakukan penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan luka berat," ucap hakim ketua, Djuyamto saat membacakan putusan pada Kamis petang, 16 Juli 2020.
Setelah putusan dibacakan, beberapa kawan menghubungi Novel. Mereka memberitahukan bahwa pertimbangan dalam putusan hakim sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum. "Hanya beda besarnya hukuman," ujar Novel.
Novel mengatakan hal ini ironis. Sebab, terjadi penyimpangan yang begitu jauh dari fakta sebenarnya. "Akhirnya mendapat justifikasi dari putusan hakim," ujarnya. Sementara, Ronny Bugis sudah divonis hukuman 1,5 tahun penjara.
Novel tak ingin menyebut vonis ini adalah kemenangan para penjahat dan koruptor. Tapi, Novel khawatir akhir persidangan ini adalah cerminan yang nyata, bahwa negara benar-benar tidak berpihak kepada upaya pemberatasan korupsi.
Dengan vonis ini, Novel pun khawatir upaya untuk mendesak pengungkapan atas serangan terhadap insan KPK yang diserang selama ini akan semakin sulit dilakukan. "Begitu juga orang yang diserang saat berjuang untuk berantas korupsi," kata dia.