TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan yang resmi diundangkan pada 3 Juli 2020. Peraturan presiden baru ini mencabut peraturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 43 Tahun 2015.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, salah satu pasal yang menonjol dalam Perpres ini adalah Pasal 3 Perpres 73/2020. Ada penambahan tiga fungsi Kemenkopolhukam dalam Perpres anyar ini, yakni; pengelolaan dan penanganan isu polhukam, pengawalan program prioritas nasional dan kebijakan lain yang telah diputuskan oleh Presiden dalam Sidang Kabinet; dan penyelesaian isu di bidang politik, hukum, dan keamanan yang tidak dapat diselesaikan atau disepakati antar Kementerian/Lembaga.
"Ada pelenturan fungsi Kemenko Polhukam," ujar Asfi.
Pakar Hukum Tata Negara, Bayu Dwi Anggono juga mempermasalahkan Frasa di Pasal 3 huruf i yang menyebut Kemenkopolhukam menyelenggarakan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. Menurutnya, frasa ini telah menciptakan celah bahwa Kemenko Polhukam akan dapat melaksanakan fungsi lain selain yang diberikan oleh undang-undang.
Padahal, kata Bayu, dalam Pasal 17 UUD 1945 telah disebutkan bahwa setiap menteri membidangi urusan tertentu. Begitu juga di Pasal 4 ayat (1) UU 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disebutkan bahwa setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Khusus mengenai tugas dan fungsi kementerian koordinator telah secara limitatif diatur dalam Pasal 14 UU 39/2008, yaitu untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian. Maka, kata Bayu, keberadaan ketentuan dalam Pasal 3 Perpres 73 Tahun 2020 tentang Kemenkopolhukam yang memberikan peluang fungsi lain tidak sesuai dengan UU 39/2008. "Perpres sebagai peraturan delegasi dari UU 39/2008 isinya tentu tidak boleh melampaui isi UU 39/2008," ujar Bayu.
DEWI NURITA