TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyerahkan surat dan kajian akademik terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada pimpinan DPR. Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan kajian ini sebagai bentuk tanggung jawab Muhammadiyah terkait komitmen keagamaan dan kebangsaan.
"Simpulan besar, fundamental substansialnya ialah bahwa filosofi dari RUU tersebut rapuh sekali. Bertentangan dengan moralitas konstitusi 1945," kata Busyro dikutip dari keterangan video, Rabu, 15 Juli 2020.
Busyro mengatakan, Muhammadiyah menilai RUU Cipta Kerja bertabrakan dengan ideologi Pancasila, serta mengandung pemikiran atau konsep yang mencerminkan pembangkangan konstitusional. Ia mengatakan pandangan ini merupakan hasil dari tiga kali pertemuan PP Muhammadiyah dengan para pakar.
Pertemuan pertama, dia merinci, digelar di gedung Pusat PP Muhammadiyah di Jakarta Pusat. Pertemuan kedua berupa forum group discussion (FGD) di Magelang, Jawa Tengah. Forum kedua ini diikuti oleh 40 dekan Fakultas Hukum dan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dari seluruh Indonesia serta para pakar.
Adapun pertemuan ketiga dilakukan melalui webinar yang juga dihadiri Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. "Sehingga prosedur yang kami tempuh itu sudah cukup demokratis," kata Busyro.
Busyro mengatakan PP Muhammadiyah juga sudah menyampaikan surat dan kajian akademik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia berharap pemerintah dan DPR menarik dan menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja ini.
"Dihentikan, ditarik. Kalau toh mau dilanjutkan harus dijiwai dengan moralitas konstitusi tadi," ujar mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ini.
Busyro mengatakan pembuatan suatu RUU tak boleh lari dari Pembukaan UUD 1945, Pancasila, dan realitas masyarakat. Ia berujar, penelitian Muhammadiyah menemukan bahwa masyarakat kian termarginalkan.
Dia mencontohkan salah satu pasal dalam RUU Cipta Kerja yang dianggapnya bermasalah. Yakni izin Hak Guna Usaha (HGU) yang bisa diberikan hingga 90 tahun. Menurut Busyro, hal ini bertentangan dengan moralitas konstitusi karena memberikan daulat tanah dan sumber daya alam bukan kepada rakyat.
"Kami gunakan istilah moralitas konstitusi, karena konstitusi kita mengandung ruh dan nilai-nilai moral yang sangat tinggi," ucap Busyro.
BUDIARTI UTAMI PUTRI