TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin memastikan kejsakaan tidak pernah mencabut red notice buron Joko Tjandra. Sampai saat ini, ia masih menelusuri siapa yang mencabut red notice tersebut.
Burhanuddin memastikan tidak akan mengajukan permohonan pencabutan red notice ke Interpol melalui Polri sampai seorang buron ditangkap.
"Red notice itu kan tidak ada cabut mencabut, selamanya sampai ketangkap, tapi nyatanya begitulah," ujar Burhanuddin di kantornya, Jakarta Selatan, pada Rabu, 15 Juli 2020.
Lebih lanjut, Jaksa Agung menyebut masih berkoordinasi apakah red notice itu sudah diaktifkan kembali atau sudah mutlak dicabut.
Ihwal surat perjalanan Joko ke Pontianak, Burhanuddin mengaku tidak mengetahui siapa yang memberikan surat jalan tersebut. Namun ia memastikan, pihaknya tetap melakukan upaya pengejaran dan akan segera menangkap Joko Tjandra. "Malah tidak tahu saya surat jalan itu," ucap Burhanuddin.
Buron perkara hak tagih Bank Bali ini keluar-masuk Indonesia tanpa tercatat di perlintasan Imigrasi. Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI saling menyalahkan. Diduga ada peran Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol dalam pencabutan red notice.
Penelusuran Majalah Tempo menemukan, Sekretariat NCB Interpol Divisi Hubungan Internasional Polri sebenarnya berkirim surat kepada Kejaksaan Agung pada pertengahan April lalu.
Dalam suratnya, NCB Interpol menanyakan apakah Kejaksaan masih perlu memasukkan Joko Tjandra ke daftar red notice atau permintaan kepada Interpol di dunia untuk menangkap atau menahan seorang pelaku tindakan kriminal.
Kejaksaan membalas surat itu pada 21 April lalu dan meminta agar Joko tetap dimasukkan ke daftar red notice. Namun, Sekretariat NCB Interpol menerangkan bahwa Joko Tjandra tak masuk lagi daftar itu ketika menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi pada 5 Mei. Alasannya, seperti yang disampaikan polisi saat bertemu dengan Menkpolhukam Mahfud Md, Kejaksaan tak mengajukan perpanjangan sejak 2014.