TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan akan membuat aturan internal usai 'kecolongan' pembuatan e-KTP Joko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali. Tito mengatakan kasus itu menjadi pelajaran bagi Kemendagri terutama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.
Menurut Tito, ia sudah meminta Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrullah untuk proaktif mengecek status hukum dan status kependudukan seseorang yang dikabarkan terseret kasus hukum.
"Saya akan buat surat internal agar proaktif menanyakan kepada aparat penegak hukum apakah yang bersangkutan dalam status buronan, red notice Interpol atau sudah jadi warga negara lain," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 13 Juli 2020.
Tito mengatakan Dukcapil harus menandai status kependudukan orang tersebut di dalam sistem jika sudah mendapat konfirmasi penegak hukum. Sehingga, ujar Tito, petugas bisa melapor kepada penegak hukum seumpama orang tersebut mendatangi kantor Dukcapil untuk mengurus e-KTP seperti yang dilakukan Joko Tjandra.
"Ini sudah saya arahkan dan surat edaran sedang kami buat, sebagai langkah proaktif kami," ujar mantan Kepala Polri itu.
Adapun mengenai penerbitan e-KTP Joko Tjandra, Tito mengatakan terjadi karena data Joko Tjandra masih ada dalam sistem Dukcapil hanya saja tidak aktif. Ia juga menyebut Dukcapil tak memperoleh pemberitahuan resmi bahwa Joko berstatus buronan atau sudah beralih menjadi warga negara Papua Nugini.
Di sisi lain, kata Tito, petugas di lapangan yang jumlahnya puluhan ribu belum tentu mengetahui siapa Joko Tjandra. Tito menyebut spirit petugas adalah melayani masyarakat yang datang dengan cepat.
"Saya sampaikan ke Pak Zudan, sebetulnya kalau kita dasarkan aturan yang ada, enggak ada salahnya, karena kita enggak dapat pemberitahuan resmi yang bersangkutan warga negara Papua Nugini, buronan, surat ke Dukcapil enggak ada," kata Tito.
Hal tersebut disampaikan Tito menjawab pertanyaan anggota Komisi II DPR Johan Budi Sapto Pribowo. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu sebelumnya mempertanyakan kerja sama Kemendagri dengan aparat penegak hukum.
"Karena e-KTP ini palang pintu utama, bukan korupsi saja, tapi terorisme, bahaya sekali bisa dapat e-KTP dengan cara singkat," ujar Johan Budi.
Johan mempertanyakan apakah Kemendagri, khususnya Dukcapil tak otomatis mendapatkan pemberitahuan terkait status orang-orang yang menjadi DPO. Jika tak ada, ia meminta Kemendagri berkoordinasi dengan Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme terkait hal tersebut.
"Bicara dengan Kejaksaan, Kepolisian, KPK, yang secara otomatis kalau ada orang DPO, lari, otomatis Dukcapil tahu," kata mantan juru bicara KPK ini.
Tito mengatakan ia telah meminta Dirjen Dukcapil untuk menjajaki kerja sama dengan penegak hukum terkait usulan Johan. Namun dalam waktu dekat, ia menegaskan Kemendagri akan menerbitkan surat edaran.
Buron kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra, sebelumnya membuat e-KTP di kantor Dukcapil Grogol Selatan, Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu. Padahal selain berstatus buron selama 11 tahun terakhir, Joko juga sudah menjadi warga negara Papua Nugini.