TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mohammad Mahfud Md mengatakan pemerintah kecolongan saat buron perkara hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra, bisa keluar-masuk Indonesia tanpa tercatat di perlintasan Imigrasi.
Mahfud mengaku hanya mengetahui Joko sempat berada di Tanah Air dari penjelasan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat di Dewan Perwakilan Rakyat pada 29 Juni lalu. Ia belum menerima laporannya langsung. “Sepertinya kita kecolongan betul. Semua terlewati,” kata Mahfud seperti dikutip dari Majalah Tempo, edisi 13-19 Juli 2020.
Bakda magrib pada Rabu, 8 Juli lalu, Mahfud Md mengumpulkan sejumlah lembaga untuk mendapatkan penjelasan bagaimana buronan Kejaksaan itu bisa bolak-balik tanpa diketahui. Menurut Mahfud Md, pemimpin lembaga yang ia kumpulkan menyatakan tak mengetahui kapan persisnya Joko Tjandra, yang telah buron selama 11 tahun itu, masuk ke Indonesia.
Di Jakarta, Joko bahkan datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali alias PK atas perkara yang menjeratnya. “Diketahui tiba-tiba dia sudah masuk. Pertanyaannya, kok bisa masuk?” ujar Mahfud.
Ia mengajukan pertanyaan itu kepada Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jhoni Ginting, salah seorang tamu. Perlintasan Imigrasi tak mendeteksi Joko. Imigrasi bahkan menerbitkan paspor baru untuk pemilik Mulia Group itu.
Mahfud kemudian mencecar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrullah, yang juga hadir dalam pertemuan. Joko mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik alias e-KTP dari Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan.
Selanjutnya, Mahfud memberondong Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan tim dari Polri. “Kok bisa di polisi lolos? Kok bisa di Imigrasi lolos?” kata Mahfud.
Joko Tjandra menjadi buron Kejaksaan Agung sejak 2009. Ia kabur ke luar negeri sehari sebelum Mahkamah Agung menerbitkan putusan peninjauan kembali yang menyatakan dia bersalah dalam korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali.
Dalam putusan PK yang diajukan Kejaksaan Agung itu, Joko divonis dua tahun bui. Duit Joko di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar pun dirampas negara. Duit tersebut diterima perusahaan Joko, PT Era Giat Prima, dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan Bank Indonesia karena Bank Bali mengalami gagal bayar. Meski pengajuan hak tagih ini telah melewati batas waktu, BPPN tetap mengucurkan dana ke perusahaan Joko.
Dari tamunya, Mahfud mendapat penjelasan yang tak terduga. Menurut Mahfud, salah seorang polisi menyampaikan sudah mencoret nama Joko Tjandra dalam daftar buron Interpol sejak 2014. Alasannya, Kejaksaan Agung sebagai eksekutor putusan peninjauan kembali tak pernah mengajukan perpanjangan.
Mahfud kemudian menanyakan hal tersebut kepada Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, yang datang mewakili Kejaksaan. Setia, menurut Mahfud, mengatakan tak perlu ada permohonan perpanjangan. Status buron berlaku hingga terpidana tersebut ditangkap.
Setia melemparkan pertanyaan Mahfud kepada polisi agar menjawabnya. “Lalu saya tanyakan, buronan lain ada yang sudah 13 tahun dan tak ada permohonan perpanjangan tapi tidak dicoret dari daftar pencarian orang,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud Md, ia tak memperoleh jawaban yang terang-benderang dari polisi. “Jawabannya tidak detail. Ini bisa diusut secara internal,” katanya.
Baca laporan lengkapnya di Majalah Tempo, Alis Joko dan Surat Interpol
LINDA TRIANITA | RAYMUNDUS RIKANG