TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menilai pemerintah tidak perlu membentuk Tim Pemburu Koruptor untuk menangkap buronan kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra. ICW menilai Tim Pemburu yang pernah dibentuk pada 2002 itu tidak efektif dan berpotensi memunculkan tumpang tindih kewenangan.
Peneliti ICW Wana Alamsyah menyebutkan selama 8 tahun bekerja tim ini hanya bisa menangkap empat buronan dari enam belas target penangkapan. "Evaluasi terhadap tim ini juga tidak pernah dipublikasikan oleh pemerintah," kata dia lewat keterangan tertulis, Jumat, 10 Juli 2020.
Wana menilai lebih baik pemerintah memperkuat aparat penegak hukum yang sudah ada untuk memburu koruptor. Sebab, sejak 1996-2018, terdapat 40 buronan kasus korupsi yang belum dapat ditangkap oleh penegak hukum.
"Artinya, yang harus diperkuat dalam hal ini adalah aparat penegak hukumnya." Kebijakan untuk membuat tim baru, kata Wana, malah berpotensi tumpang tindih dari segi kewenangan.
Wana menyarankan pemerintah untuk melakukan pendekatan nonformal dalam perburuan koruptor. Dia menilai pendekatan nonformal dapat mempercepat penangkapan buronan yang bersembunyi di luar negeri.
"Jangan sampai di dalam kondisi pandemi saat ini, upaya untuk membuat task force baru malah menjadi kontra produktif," ujar dia.
Rencana mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor diutarakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. Mahfud menyebut akan mengurus payung hukum untuk menghidupkan tim yang pertama kali dibentuk di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
"Ingin saya sampaikan kami punya tim pemburu koruptor. Ini mau kami aktifkan lagi," kata Mahfud dalam keterangannya melalui rekaman suara, Rabu 8 Juli 2020. Anggota tim ini, kata Mahfud, adalah pimpinan Polri, pimpinan Kejaksaan Agung, dan pimpinan Kementerian Hukum dan HAM. Tim ini akan bekerja di bawah koordinasi Kemenkopolhukam.