TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sempat menyinggung isu rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Bogor, Rabu, 8 Juli 2020.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya sempat menanyakan posisi pemerintah terkait RUU Kontroversial ini. "Secara tegas presiden menyampaikan bahwa sampai saat ini pemerintah masih melakukan kajian berdasarkan masukan-masukan masyarakat dan meminta Pak Menko Polhukam untuk melaksanakan hal itu," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet ini usai rapat dengan presiden bersama Pimpinan MPR lainnya di Istana Bogor, Jawa Barat pada Rabu, 8 Juli 2020.
Rancangan undang-undang yang menuai kontroversi ini merupakan usulan dari DPR. Sejauh ini, pemerintah belum menyatakan sikap tegas menolak RUU tersebut. Terakhir, pemerintah menyatakan pembahasan RUU ini ditunda sembari menyerap aspirasi masyarakat.
DPR masih menunggu keputusan pemerintah. Sementara, RUU ini menuai pro-kontra dan didesak untuk dicabut. Adapun yang menuai kontroversi di antaranya Pasal 7 tentang ciri pokok Pancasila. Disebutkan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
Trisila yang dimaksud terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong. Pasal 7 yang memuat setidaknya tiga kata kunci, yakni trisila, ekasila, dan ketuhanan yang berkebudayaan ini dikritik lantaran dianggap merujuk pada Pancasila 1 Juni 1945, bukan Pancasila yang disepakati dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Para pihak yang keberatan dengan RUU HIP juga mempersoalkan ketiadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Tap MPRS) Nomor XXV Tahun 1966 dalam konsideran. Tap yang diteken Ketua MPRS Jenderal AH Nasution menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang dan larangan menyebarkan ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme.