INFO NASIONAL-- Pencegahan, skrining dan diagnosis, alat kesehatan dan pendukung, serta terapi adalah empat program yang dilakukan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang dibentuk Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ada 24 lembaga yang bergabung dalam konsorsium ini. Di bidang pencegahan, para peneliti mencari kandungan bermanfaat dalam berbagai jenis tumbuhan, menyiapkan sanitizer, disinfektan, alat pelindung diri (APD), dan pembuatan vaksin
“Jahe merah, kunyit, kayu manis, serei, sambiloto, sampai temulawak kita uji. Kita juga uji klinis tumbuhan obat dan suplemen,” ujar Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Ali Ghufron Mukti, yang berbicara dalam diskusi interaktif KSIxChange, baru-baru ini.
Baca Juga:
Di bidang skrining dan diagnosis, Indonesia telah mampu menciptakan alat test PCR dan alat test non-PCR hasil kerja sama dengan UGM dan Universitas Airlangga (Unair). Di bidang alat kesehatan dan pendukung, para ilmuwan juga membuat beragam inovasi, antara lain ventilator, robot untuk pemakaian di rumah sakit, dan peta geospasial.
Robot Raisa buatan Unair bertugas mengantarkan obat dan perantara komunikasi antara petugas medis dan pasien. Sedangkan kemampuan Robot Raisa Tiara lebih canggih, yakni membuka pintu ruang perawatan, mengukur suhu tubuh pasien, mengukur denyut jantung, dan mengamati laju tetesan infus dan produksi urin pasien setiap saat. Pemakaian robot khusus Covid-19 ini untuk mengurangi kontak tubuh antara pasien dan paramedis di rumah sakit.
Di bidang terapi, konsorsium mampu mendeteksi whole genome sequencing (WGS) untuk membuat karakteristik virus SARS-CoV-2 yang spesifik di Indonesia. "Itu semua dibuat periset muda, anak bangsa kita. Ada lebih dari 60 inovasi hasil riset yang sudah dibuat katalognya. Jadi, ini menunjukkan negara kita punya kemandirian dan mampu," ujar Ghufron.
Baca Juga:
Menurut Ghufron, ada tiga manfaat keberadaan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19. Pertama, dengan diwadahi dalam prioritas riset nasional, penelitiannya lebih fokus. Kedua, jika riset terus berjalan maka SDM akan terfokus pada kebutuhan nasional. “Ketiga, riset yang dihasilkan dapat menjadi arah kebijakan dan dimanfaatkan masyarakat,” ujar dia.
Lebih lanjut Ghufron dalam sesi tanya jawab menyampaikan peran BRIN dalam memfasilitasi proses knowledge to policy dilakukan dalam bentuk upaya melembagakan hasil kajian yang dihasilkan oleh Konsorsium untuk dapat menjadi sebuah ekosistem dan mendukung budaya penelitian yang lebih terintegrasi melalui agenda prioritas riset nasional yang berbasis bukti. Beliau juga menggarisbawahi pentingnya keterkaitan antara sains yang berbasis teknologi dan sosial humaniora agar hasilnya dapat dimanfaatkan oleh publik.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan sejumlah kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19 tidak didukung data riset yang kuat. Karena itu masyarakat menilai repons pemerintah lambat. Untuk menjawab tantangan pandemi maka dibutuhkan ekosistem inovasi.
Pembentukan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 sebagai bagian dari ekosistem inovasi dimaksudkan untuk menunjang pengembangan kolaborasi riset. Apalagi dunia riset di Indonesia memiliki sejumlah tantangan yakni dikotomi, ego disiplin dan lembaga, tingkat kesiapterapan teknologi, dan etika penelitian. “Konsorsium ini untuk meminimalisir dikotomi serta mengurangi ego pribadi dan lembaga,” ujar Nuke.
KSIxChange adalah diskusi interaktif yang diinisasi Knowledge Sector Initiative (KSI), kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia dengan pendanaan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia. KSIxChange yang dilaksanakan minimal sekali dalam sebulan sekali, bertujuan untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah berjalan di koridor yang tepat.
Gelaran diskusi KSIxChange #24 mempertemukan supply terhadap demand dari produk pengetahuan/riset yang tersedia antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kemenristek/BRIN dan LIPI untuk membahas penyelarasan dalam kajian yang dibutuhkan para pengambil kebijakan pada situasi pandemi Covid-19 saat ini. Kegiatan ini diharapkan meningkatkan diskursus publik dalam proses pembuatan kebijakan di Indonesia.(*)