TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Kelompok Fraksi NasDem Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, Taufik Basari berjanji akan melobi fraksi-fraksi lain untuk mendukung Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), termasuk fraksi yang menolak. Taufik mengatakan RUU PKS dibutuhkan untuk menjamin korban kekerasan seksual dan membangun kesadaran bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan.
“Kami yakin jika kita melihat jernih, obyektif dan kepala dingin, pandangan terhadap RUU ini dari yang dahulunya menolak akan berubah pandangan,” kata Taufik kepada Tempo pada Rabu malam, 1 Juli 2020.
Taufik menyayangkan sikap Komisi VIII DPR menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini dari Program Legislasi Nasional 2020. Taufik menjelaskan, awalnya RUU PKS adalah inisiatif dirinya sebagai anggota Fraksi NasDem dan telah disetujui masuk dalam Prolegnas 2020.
Setelah diketok di paripurna Januari lalu, RUU ini diubah menjadi usul inisiatif Komisi VIII atas permintaan pimpinan Komisi VIII. Kini Komisi VIII DPR malah menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu dari Prolegnas prioritas.
Menurut penelusuran Tempo, pada 31 Maret 2020, Komisi VIII mengirim surat kepada pimpinan DPR tentang 'Pembatalan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai Usul Inisiatif Komisi VIII DPR' yang juga ditembuskan kepada pimpinan Baleg.
Dalam surat itu Komisi VIII menyatakan pembahasan RUU PKS hingga masa persidangan III 2019-2020 belum ada titik temu dan progres sehingga menjadi beban program legislasi Komisi VIII.
Surat menyatakan, merujuk Pasal 72 huruf a dan Pasal 105 ayat (1) huruf a UU MD3, maka proses penyusunan dan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat dilakukan koordinasi lebih lanjut oleh Baleg. Surat diteken oleh Wakil Ketua Komisi VIII dari PDIP, Ihsan Yunus. “Padahal jika dahulu tidak diubah status pengusulnya, Fraksi NasDem sudah siap untuk menyampaikan Naskah Akademik dan draf RUU-nya,” ujar Taufik.
Taufik mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Badan Legislasi DPR, seperti desakan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Ia sepakat pembahasan RUU PKS memang sebaiknya tidak di Komisi VIII, tetapi di Baleg atau Panitia Khusus karena substansinya yang lintas sektor komisi.
“Ada isu perlindungan perempuan di Komisi VIII, ada isu kesehatan di Komisi IX, ada isu hukum pidana di Komisi III,” ujar mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini.
Komnas Perempuan sebelumnya mengusulkan agar pembahasan RUU PKS dilakukan di Badan Legislasi jika pembahasan di Komisi VIII berjalan sulit. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi memperkirakan pembahasan di Baleg bisa lebih komprehensif. Di sisi lain, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan siap mengambil alih RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Jika tak diusulkan Komisi VIII masuk Prolegnas 2021, Supratman mengklaim Baleg yang akan mengusulkannya.