INFO NASIONAL — Kesiapsiagaan jadi perhatian semua pihak untuk menghadapi kemarau tahun ini. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di lahan gambut sulit dipadamkan jika api terlanjur membesar. Oleh sebab itu, pencegahan akan jadi cara efektif untuk mengurangi potensi kebakaran dan bencana asap yang menyertainya.
Restorasi gambut yang dikoordinasi dan difasilitasi Badan Restorasi Gambut (BRG) berperan besar dalam pemulihan ekosistem gambut yang rusak. Sekaligus mencegah terjadinya kebakaran. Didirikan tahun 2016, BRG bekerja membangun ribuan infrastruktur pembasahan gambut berupa sekat kanal, sumur bor dan timbun kanal.
Baca Juga:
Dalam Laporan empat tahun BRG, disebutkan ada 7.257 sekat kanal, 14.975 sumur bor dan 251 timbun kanal yang dibangun di wilayah kerjanya. Infrastruktur ini diharapkan dapat membantu menjaga tingkat kebasahan sekitar 780 ribu hektare lahan gambut yang ada di luar areal konsesi.
Sekretaris BRG, Hartono, mengatakan areal restorasi gambut berjumlah 2,67 juta hektare yang terdiri dari 1,7 juta hektare ada di dalam areal konsesi, dan sisanya hampir sejuta hektare, ada di luar konsesi.
“Kami bekerja langsung pada wilayah-wilayah di luar konsesi, dengan membangun sekat kanal dan sumur bor atau juga melakukan penimbunan kanal. Di beberapa lokasi kami dibantu para mitra kerja. Sedangkan untuk areal konsesi, pembangunannya jadi tanggung jawab pemegang izin,” ujar Hartono.
Baca Juga:
Infografis Infrastruktur Pembahasan Gambut (IPG)
BRG sendiri, sesuai Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016, mempunyai fungsi salah satunya adalah konstruksi, operasi dan pemeliharaan infrastruktur pembasahan gambut. Tahun 2020 ini, BRG menggencarkan pemeliharaan terhadap infrastruktur yang telah dibangun.
“Kami melakukan pengecekan kondisi infrastruktur yang dibangun oleh Pokmas-pokmas atau kontraktor. Hasilnya sebagian kecil ada yang mengalami kerusakan. Inilah yang kami lakukan pemeliharaan,” kata Hartono.
Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat dan di supervisi oleh tenaga teknis BRG. Ini dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan rasa kepemilikan bersama terhadap infrastruktur yang telah dibangun itu.
Hartono tidak menampik bahwa pihaknya masih menemui kendala. Terutama terhadap infrastruktur yang dibangun lembaga-lembaga lain. “Masyarakat sering menganggap semua sekat kanal atau sumur bor dibangun BRG, padahal tidak. Untuk itu, kami bersama Pemda terus berkoordinasi dengan mitra dan lembaga yang berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur pembasahan gambut, agar bangunan yang telah berhasil dibangun tetap terpelihara dan dapat tetap berfungsi optimal,” ujarnya. (*)