TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai kemarahan Presiden Joko Widodo kepada para menteri yang dipublikasikan kepada publik tak ada artinya jika tidak berujung pada rombak kabinet. "Tidak akan ada artinya kemarahan itu kalau tidak berujung reshuffle, apalagi kemarahan itu videonya dibagikan ke mana-mana," kata Adi kepada Tempo, Selasa, 3 Juni 2020.
Menurut Adi, Jokowi tak perlu membagikan video itu kepada publik jika tujuannya hanya untuk mengevaluasi para menteri, apalagi jika sebatas ingin tepuk tangan atau pertunjukan kemarahan. Ia berpendapat itu cukup menjadi konsumsi internal kabinet.
"Akan menjadi relevan dan berarti kalau ending-nya adalah reshuffle. Kalau enggak ada reshuffle, buat apa," kata dosen komunikasi politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.
Adi berpendapat para menteri tak perlu diultimatum atau diintimidasi untuk bekerja maksimal. Sebab, di awal pembentukan kabinet, menteri-menteri Jokowi disebut-sebut sebagai figur ahli di bidang masing-masing.
Tanpa rombak kabinet, kata Adi, publik hanya akan melihat aib dan kelemahan pemerintahan Jokowi. Apalagi Jokowi secara terang menyebut serapan anggaran di sejumlah kementerian yang masih rendah. "Itu kan secara tidak langsung Pak Jokowi mempertontonkan aurat pemerintahannya sendiri."
Presiden Jokowi memberi peringatan keras kepada kabinetnya dalam rapat paripurna kabinet penanganan Covid-19 pada 18 Juni lalu. Ia mengancam tak segan mengambil langkah luar biasa, termasuk membubarkan lembaga atau bahkan rombak kabinet.
Video pernyataan Jokowi dalam rapat paripurna kabinet itu diunggah akun Youtube Sekretariat Presiden pada Ahad kemarin, 28 Juni 2020. "Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," kata Jokowi dalam video itu.