TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi punya alasan tersendiri menegur para menterinya dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020.
"Presiden memberikan gambaran dan mengajak semua pembantu Presiden, menteri dan kepala lembaga untuk memahami sungguh-sungguh karena kita sedang mengalami situasi krisis," kata Moeldoko dalam wawancara dengan ANTARA, di kantornya Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.
Moeldoko mengatakan Presiden Jokowi ingin agar seluruh jajarannya memahami situasi yang extraordinary. Dengan begitu maka diperlukan cara-cara yang juga luar biasa dalam penanganan.
"Situasi extraordinary yang harus dipahami secara extraordinary, kita tidak bisa melakukan dengan cara linier, untuk itu Presiden menekankan bagaimana menangani situasi kritis itu juga harus secara extraordinary," katanya lagi.
Presiden Jokowi, kata Moeldoko, menginginkan ada strategi khusus dari para menterinya dalam menangani krisis.
"Dalam menangani krisis itu adalah kehadiran panglima atau komandan. Pak Jokowi hadir secara fisik, beliau begitu melihat Jatim merah langsung datang, itu kehadiran panglima," katanya lagi.
Kedua, kata Moeldoko, memberikan bantuan, memberikan dukungan dalam bentuk bantuan. Presiden misalnya telah memberikan bantuan sosial secara masif jumlah dan macamnya.
Ketiga, kata Moeldoko, terkait pengerahan kekuatan cadangan. Biasanya panglima semaksimal mungkin tidak sampai mengerahkan pasukan cadangan. Kalau dikerahkan, kata Moeldoko, berarti situasi berantai dan darurat.
"Itu tiga hal yang diambil oleh seorang pemimpin, komandan lapangan dalam menghadapi situasi krisis. Untuk itu, Presiden menekankan untuk menghadapi situasi krisis seperti ini, maka kehadiran pimpinan lembaga wajib dan mutlak hukumnya, agar bisa mengeksekusi kebijakan dengan cepat tepat dan akuntabilitas," katanya.