TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi melalui penasihat hukumnya menegaskan keinginannya untuk bebas dari seluruh tuntutan jaksa penuntut umum KPK. "Kami berharap majelis hakim memutuskan bebas atau lepas dari tuntutan, karena saudara mantan Menpora Imam Nahrawi tidak tahu menahu perkara yang didakwakan kepada yang bersangkutan," kata penasihat hukum Imam, Samsul Huda, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.
Majelis hakim pimpinan Rosmina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akan membacakan vonis terhadap Imam Nahrawi hari ini.
Jaksa menuntut Imam agar divonis selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap senilai Rp 11,5 miliar dan gratifikasi sebesar Rp 8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Jaksa KPK juga mewajibkan Imam Nahrawi membayar uang pengganti sebesar Rp 19.154.203.882 yaitu sejumlah suap dan gratifikasi yang dinikmati Imam. "Semua tuduhan tidak terbukti. Dia hanya menjadi korban persekongkolan jahat pihak-pihak lain yang justru menjadi pelaku tindak pidana korupsi," kata Samsul.
Menurut Samsul, Imam tidak punya persiapan khusus menjelang vonis. Imam rencananya akan mengikuti pembacaan vonis secara "online" dari gedung KPK. "Kami sudah bantah semua tuduhan sebagaimana dijelaskan dalam pledoi pribadi dan pledoi tim penasihat hukum."
Imam Nahrawi didakwa dengan dua dakwaan. Pertama, Imam bersama bekas asisten pribadinya Miftahul Ulum dinilai terbukti menerima uang seluruhnya Rp 11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy.
Dalam dakwaan kedua, Imam Nahrawi bersama-sama Ulum didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp 8,648 miliar dari sejumlah pihak.
Miftahul Ulum selaku eks asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 15 Juni 2020.