TEMPO.CO, Jakarta - Pihak Istana kembali menegaskan bahwa RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk itu, Istana enggan ikut disalahkan dalam perkara ini.
"RUU HIP adalah usulan DPR. Jadi kalau ada aspirasi atas RUU tersebut, apakah penolakan, masukan atau apapun, silakan disampaikan ke DPR," ujar Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Purnomo saat dihubungi Tempo pada Jumat, 26 Juni 2020.
Untuk itu, Dini menilai, jika ada massa aksi yang mendesak agar MPR menggelar sidang istimewa untuk memberhentikan Presiden Jokowi gara-gara RUU HIP, maka tuntutan itu salah alamat. Sebab, kata dia, presiden juga tidak mengirimkan surat presiden (surpres) yang merupakan tanda persetujuan pembahasan legislasi RUU HIP ke DPR.
"Jadi, tidak ada kontradiksi antara keinginan massa dengan posisi yang diambil pemerintah pada saat ini," ujar politikus PSI ini.
Dua hari lalu, PA 212 bersama sekelompok Ormas Islam yang menamakan diri Aliansi Nasional Anti-Komunis (Anak NKRI) menggelar aksi di depan gedung MPR/DPR, Senayan.
Dalam orasinya, Ketua Pelaksana Pergerakan Aksi PA 212 dkk Edy Mulyadi menyampaikan empat tuntutan. Salah satunya, menuntut MPR menggelar sidang istimewa untuk menurunkan Presiden Jokowi. Sebab, mereka menilai pemerintahan Jokowi membuka ruang yang besar bagi bangkitnya PKI.
Presiden Jokowi sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen penuh untuk menutup pintu terhadap paham komunisme di Indonesia. Jokowi juga berjanji bahwa pemerintah tidak akan membiarkan TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dihilangkan dalam draf RUU HIP.