TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat membahas aspek partisipasi dan aspirasi publik dalam revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK.
Kepada saksi ahli yang hadir dalam sidang uji formil UU KPK hari ini, Arief bertanya sejauh apa aspirasi publik bisa dikatakan asli dan tulus (genuine) atau sebaiknya. "Partisipasi publik yang mana yang harus diperhatikan Mahkamah, yang genuine itu yang mana," kata Arief dalam sidang uji formil, Rabu, 24 Juni 2020.
Arief mengatakan ada dua suara terkait revisi UU KPK ketika itu. Ada sebagian kalangan yang meminta pembahasan revisi UU KPK dihentikan, ada pula yang mendukung. "Kita lihatlah banyak demonstrasi, ada yang genuine, setengah genuine, ada yang tidak," kata Arief.
Hakim MK Enny Nurbaningsih juga melontarkan pertanyaan senada. Enny mempertanyakan kriteria atau parameter sebuah undang-undang sudah mendapatkan masukan atau pendapat publik.
Menurut Enny, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya mengatur ihwal cara menghimpun masukan publik. Namun UU itu limitatif dan tak mengatur sejauh apa pendapat publik bisa dianggap sudah diakomodasi.
"Sejauh mana cara tersebut dapat menjamin bahwa pendapat publik telah terakomodasi, terlebih-lebih kalau pendapat publik terpecah ada pro kontra," kata Enny.
Pakar hukum yang menjadi saksi ahli, Bagir Manan mengatakan, menilai genuine atau tidaknya pendapat publik bergantung pada kepercayaan kepada publik. Menurut dia, Mahkamah tinggal memeriksa sumber aspirasi untuk menilai tulus atau tidaknya pandangan publik.
"Kalau dari ikatan sarjana kampus X, masa tidak genuine. Itulah gunanya pemeriksaan dalam proses pengadilan untuk menemukan hal-hal seperti itu," kata mantan Ketua Mahkamah Agung ini.