TEMPO.CO, Jakarta -Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyatakan pengesahan Undang-Undang Mineral dan Batubara disingkat UU Minerba berbahaya bagi keselamatan dan masa depan masyarakat adat dan lingkungan hidup.
AMAN menyusun enam permasalahan di UU Minerba ini.
"Terdapat enam masalah utama yang terkandung dalam perubahan UU Minerba bagi Masyarakat Adat, yaitu pertama, secara formal perubahan UU Minerba dibahas secara diam-diam dan sangat jauh dari partisipasi masyarakat yang disyaratkan pada UU No. 12 tahun 2011," kata Rukka dalam keterangan tertulis, Selasa 23 Juni 2020.
Rukka mengatakan UU Minerba ini berpengaruh luas bagi masyarakat adat dan lingkungan hidup. Karena itu, menurutnya, tahapan pembahasan seharusnya dibuka kepada publik dan membuka partisipasi.
Kedua UU Minerba yang baru dinilai mempercepat kehancuran ruang hidup masyarakat adat. Pasalnya masyarakat adat dan wilayah adatnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
"Identitas masyarakat adat pada hakikatnya terbentuk dari interaksi dinamis antara manusia baik secara individu mau pun secara bersama-sama dengan segala sesuatu di dalam wilayah adat yang jadi ruang hidupnya," kata dia.
Rukka mengatakan dalam Pasal 1 ayat (28a) perubahan UU Minerba, Wilayah Hukum Pertambangan mencakup ruang darat, laut, bawah bumi di kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan dan landasan kontinen. Ini adalah norma sapu jagat tanpa pengecualian terhadap ruang, termasuk ruang hidup Masyarakat Adat.
Masalah Ketiga, UU Minerba yang baru disebut melanggengkan praktik korupsi di wilayah adat. "Berdasarkan data yang dihimpun AMAN, hingga 2019 luasan konsesi tambang di seluruh Indonesia mencapai 19.224.576 Ha. Sebanyak 77% dari luasan tersebut merupakan konsesi illegal," ucapnya.
Ia menyebut perizinan tambang masih morat-marit. Sebagian masalahnya juga terjadi dalam praktek-praktek perizinan pertambangan di wilayah-wilayah adat.
Masalah Keempat, UU Minerba yang baru menciptakan kewenangan yang sentralistik dalam pengelolaan sumberdaya alam (mineral dan batubara). UU Minerba No.4 tahun 2009 telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Minerba sebagai wujud dari semangat desentralisasi dan otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam. Namun perubahan UU Minerba dinilai justru melemahkan hal tersebut.
Masalah Kelima, UU Minerba yang baru berpotensi meningkatkan kekerasan dan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat. Dalam Catatan Akhir Tahun 2018 AMAN, terdapat 262 Masyarakat Adat yang dikriminalisasi karena mempertahankan wilayah adatnya.
Masalah Keenam, UU Minerba yang baru memberikan keistimewaan bagi pemegang konsesi tambang. "Dalam perubahan ini, pengaturan mengenai perpanjangan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dilakukan tanpa melalui lelang," tuturnya.