TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi keamanan siber Teguh Aprianto mengaku disambangi empat polisi karena membeberkan kebocoran data personel Polri melalui akun twitternya, @secgron. Kejadian itu bermula setelah ia mencuitkan temuan kebocoran data itu pada Senin, 15 Juni 2020.
"Halo @DivHumas_Polri saatnya berbenah. Seseorang mengklaim sudah berhasil membobol data seluruh anggota Polri. Orang ini kemudian dengan mudahnya bisa mengakses, mencari dan mengganti data anggota Polri tersebut." Demikian Teguh mencuit, dilengkapi lampiran tangkapan layar sebagai bukti kebocoran data itu.
Teguh memutuskan mencuitkan temuannya lantaran merasa informasi itu penting dan ia bingung ke mana harus melapor kepada Polri. "Saya pikir itu datanya bahaya dan sensitif benar." Berdasarkan komunikasi di media sosial, ia mengatakan peretas pun sempat mencoba melaporkan peretasan namun tidak ditanggapi.
Beberapa informasi penting yang bocor antara lain adalah Nomor Induk Kependudukan, Kartu Keluarga, nama lengkap,riwayat pertugas, riwayat pendidikan, hingga ukuran celana. "Jadi data lengkap anggota Polri," kata dia. Selain bisa mengakses data, peretas juga bisa memodifikasi data itu. Teguh mengatakan motif peretasan adalah untuk memeras dan mendapat uang.
Pada hari yang sama dengan diunggahnya cuitan itu, sekitar pukul 21.25 WIB, Teguh mengaku dihubungi personel Direktorat Tindak Pidana Siber Polri. Kontak itu, kata Teguh, menawarinya untuk menjadi konsultan untuk mengatasi kebocoran data itu. "Tawaran itu saya tolak karena selama ini saya membatasi diri untuk tidak menerima tawaran pekerjaan apa pun dari lembaga pemerintah," ujar Teguh kepada Tempo, Kamis malam, 18 Juni 2020.