TEMPO.CO, Jakarta - Staf Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rivanlee Anandar, menyayangkan pemanggilan warga asal Kepulauan Sula, Maluku Utara, Ismail Ahmad oleh polisi. Ismail diperiksa Kepolisian Resor setempat karena mengutip humor tiga polisi jujur milik Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
"Saya rasa polisi, terutama di Polres Kepulauan Sula sudah kehilangan daya humornya," kata Rivanlee saat dihubungi, Kamis, 18 Juni 2020.
Rivanlee menjelaskan humor sejatinya salah satu bentuk perlawanan. Sikap Ismail yang mengutip humor Gus Dur, kata dia, bisa jadi bentuk kritik dari warga yang mau menyampaikan bahwa polisi dituntut baik, adil, dan bisa mengayomi masyarakat. "Jadi itu berlebihan tindakan Polres Kepulauan Sula," tuturnya.
Menurut Rivanlee, pemanggilan warga oleh polisi merupakan salah satu pola yang selalu terjadi salam pembatasan kebebasan sipil.
Hal ini terjadi karena tidak polisi tidak memiliki ukuran atau indikator dalam menghadapi kebebasan sipil. "Jadi sangat subjektif dalam menindak, terutama soal humor ini," katanya.
Selain itu, kata dia, yang membuat kejadian seperti ini sering terjadi karena masih ada peraturan yang mengekang kebebasan berekspresi. "Misalnya UU ITE," ujar Rivanlee.
Ia berujar yang membuat polisi bereaksi berlebihan dalam kasus ini karena semangat menghukum mereka yang tinggi. Rivanlee menilai hal ini bisa menjadi masalah.
Selain itu ia menilai polisi memiliki masalah dalam menentukan prioritas kerja. "Hal seperti itu enggak perlu sampai dipanggil karena itu murni kebebasan warga negara. Dan ini kalau diproses akan menjadi kultur, ke depan isu seperti ini akan ada lagi," kata Rivanlee.