"Tidak bisa dipukul rata dan dianggap seragam," kata Pastika, Senin (15/9), di Denpasar.
Pastika mencontohkan, tradisi wanita Papua yang bertelanjang dada di tempat-tempat umum tidak bisa dianggap sebagai aktivitas yang mengundang hasrat seksual. "Di sana itu hal yang biasa dan warganya juga tidak merasa sebagai hal yang aneh," katanya yang juga sempat menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Papua.
Saat berjalan di Pantai Kuta, tambah Pastika, banyak turis yang bertelanjang dada. "Tapi tidak terlintas pemikiran apapun di benak saya." Sebaliknya, katanya, bukan tidak mungkin seorang yang menggunakan pakaian tertutup rapat justru penuh dengan pemikiran yang mengandung hasrat itu.
Lebih lanjut Pastika berharap agar Dewan Perwakilan Rakyat tidak mengeluarkan produk hukum yang bisa menimbulkan masalah seperti perpecahan dan pertikaian diantara anak bangsa. Peraturan semacam itu juga akan menimbulkan kerepotan dalam memilah antara ekspresi seni dan produk pornografi.
Ketika ditanya tentang kemungkinan mengirim penolakan resmi, Pastika mengatakan bahwa sikap yang dikirimkan Gubernur Bali atas nama masyarakat Bali pada tahun 2006 saat pembahasan rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi sudah cukup tegas. "Mungkin hanya perlu diingatkan kembali," ujarnya.
Rofiqi Hasan