TEMPO.CO, Jakarta - Mantan ajudan Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan Tonidaya, mengaku pernah diminta bosnya menukar 15 ribu dolar Singapura. "Saya diperintahkan beliau untuk menukar dolar Singapura ke money changer," kata Rahmat saat bersaksi untuk terdakwa Wahyu Setiawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Juni 2020.
Wahyu Setiawan merupakan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum yang dicokok KPK karena terlibat kasus suap.
Rahmat menceritakan, pada 17-19 Desember 2019, ia menemani Wahyu melakukan perjalanan dinas ke Bali untuk menghadiri peresmian Rumah Pintar Pemilu di KPU Provinsi Bali. Pada 19 Desember, keduanya pulang ke Jakarta.
Setelah dinas, Rahmat biasanya pulang ke rumah. Namun, Wahyu meminta ia untuk menemani makan soto di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Setelah makan, Rahmat diminta Wahyu menukar 15 lembar pecahan seribu dolar Singapura ke tempat penukaran mata uang asing.
Rahmat kemudian menukarnya ke money changer PT Ayu Masagung di kawasan Kwitang. Dengan kurs 1 dolar Singapura sebesar Rp 10.320 saat itu, uang 15 ribu dolar Singapura dikonversi menjadi Rp 154 juta.
Pada 20 Desember, Rahmat diminta Wahyu mentransfer uang tersebut ke rekeningnya. Uang yang ditransfer sebesar Rp 140-an juta. Rahmat mengatakan, uang hasil penukaran itu dipotong untuk membayar utang Wahyu untuk membeli tiket kereta api ke Purwokerto dan pengeluaran lainnya. "Setelah dikurangi pinjaman beliau (Wahyu), kalau tidak salah Rp 140-an dari Rp 154 juta," katanya.
Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan diketahui menyerahkan bukti setoran pengembalian uang sebesar 15 ribu dolar Singapura atau Rp 154 juta kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Uang yang dikembalikan Wahyu, menurut kuasa hukumnya Tony Akbar Hasibuan, sama seperti yang sempat dirilis oleh KPK perihal barang bukti saat pengumuman para tersangka dalam kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.