TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan ada sejumlah risiko yang muncul bila Pilkada 2020 dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Kerawanan itu muncul karena pandemi Covid-19 dikhawatirkan akan membuat partisipasi masyarakat dalam pemilihan akan rendah.
KPK menyebut partisipasi masyarakat yang rendah ini akan membuat politik uang semakin marak, dan hasil pemilu kehilangan legitimasinya. Berikut adalah sejumlah risiko yang disebut KPK akan muncul bila Pilkada dipaksakan di era Covid-19:
1. Pengusaha Korup
Direktur Direktorat Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi KPK, Wijanarko mengatakan Pilkada akan mudah dikooptasi oleh pengusaha korup bila partisipasi masyarakat rendah. “Dengan persentase partisipasi yang rendah itu, kalau ada 4 kandidat saja maka kira-kira para pengusaha yang korup itu bisa mengkooptasi Pilkada,” kata Wijanarko dalam diskusi daring KPK, Selasa, 16 Juni 2020.
2. Politik Uang Berkedok Bansos
Wijanarko mengatakan KPK khawatir politik uang akan semakin marak bila Pilkada dilakukan di tengah wabah Covid-19. Dia bilang politik transaksional itu mudah menyamar sebagai bantuan sosial Covid-19. Menurut dia, di sejumlah daerah sudah muncul bansos yang berbalut kampanye.
3. Klaster Baru
Selain risiko politik uang, KPK juga khawatir pelaksanaan Pilkada justru akan menyebabkan munculnya klaster baru penyebaran Covid-19. “Ini akan menjadi bencana nasional baru,” ujar dia.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum akan melanjutkan tahapan Pilkada yang sempat tertunda karena pandemi. KPU berencana melaksanakan pemilihan pada Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan.
4. Olimpiade
Karena risiko-risiko tersebut, KPK meminta penyelenggara pemilu untuk menimbang ulang melaksanakan Pilkada di tengah pandemi. KPK mencontohkan acara olahraga internasional Olimpiade Tokyo saja terancam dibatalkan gara-gara pandemi. Padahal, persiapan untuk acara olahraga sejagat itu sudah dilakukan sejak jauh hari.
5. Perlu Regulasi
Wijanarko mengatakan sebetulnya tidak terlalu sulit untuk menunda pelaksanaan Pilkada. Dia bilang Presiden Joko Widodo atau KPU bisa membuat regulasi tentang penundaan tersebut. Menurutnya, akan jauh lebih baik untuk menghindari keburukan, ketimbang mengejar manfaat. “KPK tidak bisa menyatakan Pilkada harus ditunda, tapi dengan risiko yang luas itu perlu dipertimbangkan baik buruknya,” ujar dia.
ROSSENO AJI | ANDITA RAHMA